Impor Beras Tak Bisa Dihindarkan

Beras Wangi Untuk Kalangan Menengah

Jumat, 20 April 2012 – 10:17 WIB
MASIH tingginya konsumsi beras di tanah air yang mencapai 139 kg/tahun perkapita, membuat kebutuhan beras terus membengkak. Apalagi, seiring terus bertambahnya penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa pada 2011 lalu, membuat pemenuhan kebutuhan beras untuk dalam negeri terus meningkat tajam setiap tahunnya.
    
Padahal, produksi beras yang dihasilkan petani Indonesia tidak lebih dari 37 juta ton per tahun. Rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia tergolong tertinggi di Asia. Bayangkan, setiap warga Malaysia hanya mengkomsumsi beras 70 kg/tahun. Begitu juga warga Thailand yang hanya mengkonsumsi beras 75 kg/orang setahun dan warga India mengkonsumsi beras 80 kg per tahun setiap perkapita.

Penduduk Jepang, lebih kecil lagi mengkonsumsi beras hanya 60 kg/orang dalam satu tahun. Maka dari itu, perlu sesegera mungkin dilakukan diversifikasi pangan guna mensiasati pengurangan konsumsi beras pada masa mendatang di tanah air. Seperti mengganti konsumsi beras dengan sayur-sayuran, umbi-umbian dan makanan pokok pengganti lainnya.

”Dengan produksi 37 juta ton beras per tahun petani Indonesia, maka kebutuhan dalam negeri tercukupi. Tapi pertanyaannya, kalau ada bencana banjir atau panen gagal maka produksi beras pasti anjlok,” terang Ketua Umum DPP Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) M Nur Gaybita kepada INDOPOS  (JPNN Grup).

Karena itu guna memenuhi kebutuhan beras dalam negeri maka cara satu-satunya adalah dengan mengimpor beras dari negara lain. ”Impor beras untuk pemenuhan dalam negeri tidak bisa dihindari. Apalagi beras merupakan makanan pokok warga Indonesia. Kalau tidak ada diversifikasi pangan maka impor beras bisa terus terjadi,” ungkapnya.

Importasi beras itu juga termasuk beras ketan serta beras khusus seperti beras basmatik, japonica, beras kukus dan beras wangi. ”Nah, untuk beras wangi impor ini merupakan beras yang dikonsumsi masyarakat menengah hingga masyarakat atas. Istilahnya masyarakat yang ekonominya sudah mapan,” terang juga mantan Direktur Bina Usaha, Kementerian Pertanian (dulu Departemen Pertanian, Red) ini.

Beras wangi disukai masyarakat kalangan menengah dan atas, lantaran rasa nasinya pulen. Adapun ciri-ciri beras wangi yang pertama yakni aromanya  harum, warnanya putih bersih dan seragam serta kualitasnya terbaik. ”Beras ini memang dikhususkan bagi warga yang ekonominya bagus. Tapi warga lainnya, dipersilahkan membeli beras jenis ini tapi harganya memang lebih mahal,” ungkapnya juga.

Importasi beras khusus yang berasal dari Vietnam dan Thailand ini sudah sesuai keputusan Pokja Perberasan Nasional dan jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Sejak ada keputusan Pokja Perberasan Nasional pada Desember tahun 2011 lalu, beras khusus tersebut, dapat dipasarkan di pasar umum, supermarket, sentra penjualan beras dan toko khusus penjualan beras besar,” ungkap juga mantan Dirut PT Pertani (Persero) ini lagi.

Dia juga mengaku, importasi beras wangi yang telah dilakukan ke dalam negeri sah-sah saja. ”Beras ini untuk kalangan menengah dan atas. Jadi wajar kalau mereka ingin makan nasi dengan kualitas terbaik. Mereka juga mampu membayar lebih mahal,” ujar M Nur Gaybita lagi. Tapi dia menekankan agar segera dilakukan langkah-langkah oleh pemerintah agar impor beras berkurang di tahun-tahun mendatang. (gin/din)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inspirasi dari Negeri Gajah Putih

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler