Pertama, kata Neta, kartu Inafis tidak bermanfaat karena sudah ada Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), SIM dan pasport. Kedua, lanjut dia, proyek ini tidak transparan, karena menghabiskan anggaran Rp43,2 miliar tapi Polri tidak mengungkapkan pemenang tendernya.
Ketiga, kata Neta, kartu Inafis mencurigai rakyat sebagai penjahat. Sebab salah satu item di kartu Inafis adalah catatan kriminal. Padahal dari 250 juta rakyat Indonesia, yang terlibat kriminal tidak lebih dari dua persen. "Jadi kartu Inafis terlalu mengada-ada, ngawur, dan terlalu naif mencurigai rakyat sebagai penjahat," katanya.
Keempat, tambah dia lagi, kartu Inafis mencontoh sistem di kepolisian Amerika Serikat di mana organisasi polisinya berada di bawah Departemen Dalam Negeri. "Sepertinya lewat kartu Inafis, ada upaya dari elit Polri untuk mendorong reposisi kepolisian ke bawah kordinasi Depdagri di mana Mendagrinya adalah orang dekat Presiden SBY," katanya.
Mencermati berbagai kejanggalan tersebut, IPW mendesak proyek kartu Inafis harus segera dihentikan. "Harus dihentikan meski proses tender diikuti 29 perusahaan," kata dia. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Siapkan Bibit untuk Tentara
Redaktur : Tim Redaksi