Indonesia Bisa Tiru Jepang untuk Turunkan Jumlah Perokok 

Jumat, 25 Oktober 2019 – 16:22 WIB
Perokok (Ilustrasi). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products) memiliki peranan penting dalam menurunkan angka perokok di Jepang. 

Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho’im Hidayat, mengatakan berdasarkan data American Cancer Society, laporan penjualan rokok di Jepang mengalami tren penurunan. Hal itu diakibatkan oleh hadir dan berkembangnya produk tembakau yang dipanaskan.

BACA JUGA: Kemenpora Menggelar Produk Hasil Kuliah Kewirausaha Pemuda 2019

Produk tembakau yang dipanaskan merupakan salah satu alternatif yang berbeda dengan rokok elektrik ataupun rokok. Pasalnya, produk ini mengandung tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau. 

Pada proses penggunaannya, batang tembakau itu dipanaskan pada suhu maksimum 350 derajat celcius, sehingga menghasilkan uap yang menghantarkan nikotin.

BACA JUGA: Belajar dari Kasus di AS, Pemerintah Harus Buat Regulasi Produk Tembakau Alternatif

“Berdasarkan data American Cancer Society, sebelum ada produk tembakau yang dipanaskan, penurunan jumlah pembelian rokok di Jepang hanya sebesar 1,8 persen. Setelah produk ini dikenalkan, ternyata penurunan jumlah pembelian rokok mencapai 5,9 persen,” kata Sho’im yang turut menghadiri kongres ke-6 Asian College of Neuropsychopharmacology di Fukuoka, Jepang.

Produk tembakau yang dipanaskan, kata Sho’im, memang masih memiliki risiko, namun jauh lebih rendah daripada rokok. 

BACA JUGA: Pelaku Usaha Tuntut Pemerintah Buat Regulasi soal Tembakau Alternatif

“Risiko itu kan peluang terjadinya hal yang negatif, dalam hal rokok ya penyakit. Ketika dikenalkan dengan produk tembakau yang dipanaskan, ini sangat mungkin terjadinya penyakit juga, tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok,” ujarnya.

Karena tidak ada proses pembakaran, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok. 

Hasil dari penggunaan produk ini adalah uap. 

“Nah apa bedanya, ternyata aerosol (uap) itu partikelnya tidak padat, tapi partikel cair. Partikel itu mengandung H20 atau air. Berdasarkan fakta ini, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” tegasnya.

TAR merupakan zat kimia berbahaya yang dihasilkan oleh proses pembakaran, termasuk rokok. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker.  Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.

Karena itu, Sho’im merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk segera membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif untuk menurunkan jumlah pembelian rokok. 

Regulasi itu harus terpisah dan tidak seketat regulasi rokok agar perokok dewasa dapat beralih ke produk tersebut.

“Jadi regulasinya dimasukkan ke dalam produk tembakau alternatif. Tentu regulasinya harus dibedakan (dengan rokok) karena tidak ada TAR lagi, yang ada hanya nikotin,” tandasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler