jpnn.com, JAKARTA - Indonesia masih membutuhkan peningkatan jumlah tenaga mediator untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang melibatkan pekerja dan pengusaha.
Pasalnya, jumlah tenaga mediator yang ada saat ini masih jauh dari memadai dibandingkan jumlah perusahaan di Indonesia.
BACA JUGA: Menaker Hanif Ikut Fun Run demi Sukseskan Asian Games 2018
Kasubdit Hubungan Kerja Kemnaker Sumondang yang mewakili Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan hal itu saat memberikan sambutan pada acara Training of Trainers (TOT) Terampil Berunding Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlangsung 30 Juli-5 Agustus di Hotel Bekasi, Jawa Barat.
Sumondang mengatakan, berdasarkan data Badan Penelitian dan Informasi Kemnaker pada 2017, jumlah perusahaan di Indonesia ada sekitar 258.427. Sementara itu, jumlah mediator yang ada saat ini hanya 907. Padahal, idealnya dibutuhkan sejumlah 2.692 mediator.
BACA JUGA: Menaker Sambut Lima Guru Indonesia yang Belajar di HESA
Artinya setiap tahun seorang mediator membina 96 perusahaan atau delapan perusahaan setiap bulan.
“Dengan demikian, terdapat kekurangan 1.785 mediator karena saat ini baru ada mediator sejumlah 34 persen dari kebutuhan ideal, “ ujar Rumondang.
BACA JUGA: Menaker Hanif Terbitkan Aturan K3 Lingkungan Kerja
Sumondang menambahkan, mediator harus secara maksimal memberikan yang terbaik.
Salah sau caranya dengan meningkatkan kualitas dan peningkatan kompetensi dari para mediator.
“Sehingga mediator menjadi inovatif, professional dan kreatif sehingga mampu bekerja sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman, “ ujar Sumondang..
Sumondang mengakui perkembangan dunia usaha dan industri turut memengaruhi perkembangan permasalahan-permasalahan hubungan industrial yang menuntut peran mediator.
“Tak bisa dipungkiri mediator merupakan ujung tombak dalam membina dan mengembangkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan dengan ditandai ketenangan bekerja para pekerja/buruh dan stabilitas dunia usaha,“ ujar Sumondang.
Menurut Sumondang, mediator memiliki peranan menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan melalui perundingan bipartit terlebih dahulu.
Apabila tercapai kesepakatan kedua belah pihak yang berselisih, mediator akan mengeluarkan perjanjian bersama.
Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, mediator dapat mengeluarkan anjuran.
“Apabila anjuran tertulis tidak disetujui para pihak, salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat menaikkan masalah tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial,“ ujar Sumondang.
Sumondang berharap melalui penyelenggaran TOT PKB kerja ini para mediator dan calon mediator yang telah terpilih ini dapat mengikuti seluruh kegiatan dengan baik dan nantinya dapat terus bersama-sama mengupayakan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan di Negeri kita tercinta ini.
“TOT perjanjian kerja ini mempunyai makna penting dan strategis dalam upaya menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis dan dinamis,“ kata Sumondang. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Kanker Serviks, Ribuan Pekerja Perempuan Tes IVA
Redaktur : Tim Redaksi