jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi menyatakan, guna menindaklanjuti pertemuan virtual antara Menteri Ketenagakerjaan RI dengan kepala TETO pemerintah bersama dengan otoritas Taiwan terus membahas terkait pelindungan dan penempatan bagi pekerja migran Indonesia.
Menurut dia, salah satunya mengkaji biaya penempatan bagi PMI.
BACA JUGA: Sekjen Kemnaker: Pejabat Fungsional Harus Memiliki Kompetensi Kolaboratif
"Pertemuan ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi kedua pihak baik Indonesia maupun Taiwan untuk melakukan evaluasi mengenai Perekrutan, Penempatan dan Pelindungan bagi PMI," ungkap Anwar sekaligus ketua delegasi pada pertemuan Joint Task Force Indonesia - Taiwan secara virtual, di Jakarta, Kamis (8/4).
Anwar mengatakan, sebagaimana telah diketahui bahwa pemerintah telah menerbitkan dan memberlakukan Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sejak itu, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI yang telah diatur dalam undang-undang tersebut, yang bertujuan untuk lebih memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja migran sehingga mereka dapat bekerja secara layak dan terlindungi dengan baik.
Salah satu poin yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 yaitu ketentuan Pasal 30 yang mengamanatkan bahwa setiap PMI tidak boleh dibebankan biaya penempatan.
BACA JUGA: Kemnaker Bantu Logistik Korban Banjir Bandang dan Longsor di NTT dan NTB
Pengaturan biaya penempatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI.
Tujuan utama dari pengaturan pembebasan biaya penempatan ini adalah untuk menghilangkan adanya praktik overcharge yang selama ini terjadi dan sangat merugikan PMI.
"Pada pertemuan ini, kami bermaksud untuk memperoleh tanggapan dari pihak Taiwan atas penjelasan yang pernah kami sampaikan melalui BP2MI mengenai kebijakan pembebasan biaya penempatan, serta sekaligus mendiskusikan beberapa isu lain yang menjadi concern kedua pihak," ungkap Anwar.
BACA JUGA: Menaker Ida Beberkan Tiga Hal dalam Kerja Sama Kemnaker dan Kemendes dengan UINSA
Anwar juga mengutarakan terkait ketetapan teknis biaya penempatan yang dibahas saat ini, masih membutuhkan waktu dan perlu pendalaman yang detail. Hal ini diperlukan juga koordinasi lintas Kementerian/Lembaga dan juga asosiasi jasa P3MI.
"Sehingga dapat menyepakati ke depan, guna tetap melindungi hak-hak dan juga keberlangsungan bagi Pekerja Migran Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani dalam kesempatan ini memaparkan terkait beberapa komponen pembiayaan yang nantinya dapat dibebankan bagi CPMI, pihak pemberi kerja, maupun Pemerintah. Komponen pembiayaan yang dimaksud diantaranya yakni; pelatihan, Pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, paspor dan Visa, SKCK, akomodasi tiket, legalisasi PK, Jasa P3MI dan jasa penempatan agency di Taiwan, serta jaminan sosial.
"Dalam perkembangan skema pembiayaan ini, kami terus berkoordinasi dan menyosialisasikan baik kepada Kementerian/Lembaga, para CPMI, Pemerintah Daerah, serta asosiasi jasa perusahaan penyalur CPMI," tutur dia.
Lebih lanjut ketua delegasi Taiwan, sekaligus Deputy Minister, Ministry of Labour Taiwan, Mr.Wang An-Pan, menuturkan bahwa pihaknya mengerti sekali terkait biaya penempatan tentu akan ada perubahan mekanisme yang akan berlanjut baik bagi para pengguna jasa PMI, ataupun bagi CPMI itu sendiri.
"Dengan itu kami bersedia untuk melakukan negoisasi maupun musyarwarah lebih lanjut untuk membicarakan perubahan mekanisme ini. Kedua belah pihak perlu menyepakati terlebih dahulu atas kebijakan pembebasan biaya ini, sebelum diberlakukan", lanjut Benny.
Seperti diketahui Menteri Ketenagakerjaan RI dengan kepala TETO pemerintah bersama dengan otoritas Taiwan melakukan pertemuan di Jakarta pada 18 Maret lalu.
(jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia