JAKARTA-Nasib persepakbolaan Indonesia ke depan akan segera jelas. Dua kongres berbeda, yang digelar oleh PSSI dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) pada 18 Maret, mendatang akan menjadi kunci penentu nasib kelanjutan persepakbolaan tanah air.
Pascakongres, hasil dari masing-masing pihak, PSSI dan KPSI akan menjadi pertimbangan FIFA untuk memutuskan nasib Indonesia, apakah akan di suspend atau akan ada langkah lain. Keputusan tersebut sesuai dengan surat FIFA pada Desember silam.
Surat FIFA saat itu menegaskan bahwa konflik yang terjadi terutama terkait kompetisi harus bisa selesai pada 20 Maret. Jika belum bisa terselesaikan, maka permasalahan ini akan dibawa kepada komite Asosiasi FIFA untuk dibahas kembali, apakah aka ada langkah suspend atau langkah lain seperti lahirnya Komite Normalisasi jilid II.
Karena itu, langkah fundamental dari PSSI akan diputuskan di sini. Bukan hanya sebatas rekonsiliasi, tapi juga kesediaan PSSI dan pihak Indonesia Super League (ISL) untuk bisa menyelesaikan permasalahan seperti diminta FIFA.
Dalam kongres PSSI di Palangkaraya nanti ada beberapa agenda yang akan dijalankan. Pertama, membahas dan mengesahkan program kerja ke depan, kedua, melakukan perubahan statuta dan ketiga, membahas masalah rekonsiliasi.
Karena semakin mepetnya deadline dari FIFA, PSSI dari jauh-jauh hari sudah menegaskan siap mengakui ISL. Dengan begitu, PSSI berharap ancaman sanksi FIFA akan bisa diantisipasi.
"Jika perlu, nanti akan kami dorong agar nama ISL dan IPL ini dibubarkan, bikin kompetisi baru. Itu karena sumber permasalahan ini dari sini," kata ketua komdis PSSI, Bernhard Limbong, tadi malam (16/3).
Sayangnya, harapan dari PSSI ini tidak serta merta bsia diterima dengan mudah oleh klub-klub ISL. Penyebabnya, mereka tidak bisa mengikuti aturan PSSI. Selain itu, klub-klub ISL sudah mendelegitimasi PSSI karena mereka juga turut serta sebagai bagian dari KPSI.
Klub-klub ISL tidak mau mengikuti syarat dari PSSI yang dinilai berat sebelah jika berniat untuk berada dibawah naungan PSSI.
Karena sikap ngotot kedua kubu inilah, permasalahan yang terjadi akan sangat sulit direkonsiliasikan. Bahkan, saat pemerintah memberikan himbauan agar ada rekonsiliasi yang ditengahi oleh KONI, jalan tengah atau solusi juga belum bisa ditemukan.
Jika memang belum bisa mencapai kata sepakat untuk berdamai dan menggelar kompetisi yang solutif. Maka, KONI dipastikan bakal segera bertindak. Dalam keputusannya, KONI yang merasa gerah dengan konflik yang terjadi di tubuh PSSI langsung mengeluarkan 9 poin kesepakatan.
"Jika tak kunjung terselesaikan dan kedua belah pihak masih ngotot meskipun telah menempuh jalur Arbitrase, KONI akan mengambil alih PSSI," ujar Ketua umum KONi Tono Suratman.
Dengan pertimbangan langkah-langkah yang akan diambiul, sanksi dari FIFA dipastikan akan lebih mudah diterima oleh Indonesia. Sebab, FIFA dalam aturannya juga sangat alergi jika ada campur tangan pemerintah dalam menyelesaiakn konflik yang terjadi di dalam sepak bola.
Saat ini, PSSI memegang kunci. Jika mereka mau mengalah dan menuruti keinginan mayoritas klub anggotanya dan tidak menimbulkan konflik baru, maka sanksi tentu bsia dihindari. Namun, jika PSSI tetap berpegang teguh pada pendiriannya dan masih merasa didukun oleh seluruh anggotanya, maka konflik dengan ISL tak bisa terselesaikan. Pasca kongres, masyarakat sepak bola Indoensia tinggal menunggu hasil dari rapat komite asosiasi FIFA yang dibahas oleh Exco untuk diputuskan.
Hasil CAS Bisa Menjadi Kunci
Di sisi lain, dalam proses menuju rekonsiliasi, pihak ISL yang mendukung KPSI terus melakukan langkah konkrit demi mencapai visinya. Kelompok yang dibentuk oleh 2/3 anggota lebih KPSI tersebut bahkan menggalang dukungan untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) bertujuan memilih ketua umum baru. Sebab, KPSI sudah tidak menganggap PSSI yang sekarang dipimpin oleh Djohar Arifin.
Dengan sikap mereka, satu-satunya jalan yang bisa segera menyelesaikan permasalahan di tubuh PSSI itu adalah dengan menunggu keputusan dari badan arbitrase olahraga dunia (CAS) yang sedang memproses permasalahn di PSSI ini.
Jika hasil KLB yang digelar KPSI mendapatkan pengakuan dan dimenangkan oleh CAS , secara otomatis ketua umum , wakil ketua umum dan anggota Exco yang terpilih di KLB bisa mengambil alih PSSI.
Jika opsi ini terlaksana, maka masih ada dua kemungkinan lagi. Pertama, pihak PSSI yang dilengserkan menerima dan siap mengikuti hasil keputusan CAS. Atau, konflik akan terus berlanjut karena mereka yang dikalahkan oleh CAS bakal terus berjuang.
Sebaliknya, jika memang KLB dari KPSI dianggap tidak sah oleh CAS, maka bisa dipastikan PSSI akan terus bertahan dengan tawarannya. Tapi, pihak KPSI disini telah mematikan lebih berani menentukan sikap untuk mengalah.
"Jika memang dianggap kalah dan tidak sah oleh CAS maupun FIFA, maka itu bergantung kepada ketua umum dan Exco yang terpilih dalam KLB nanti," kata ketua KPSI Tony Apriliani. (aam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemain Korsel Dilarang Merumput Seumur Hidup
Redaktur : Tim Redaksi