Indonesia Gagal Raih Target di SEA Games 2017, Dana Kurang?

Jumat, 01 September 2017 – 09:01 WIB
Foto multiple eksposure lifter Indonesia, Deni menyanyikan Indonesia Raya di podium SEA Games, Senin (29/8/2017). Deni meraih medali emas dengan total angkat 312 Kg. FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

jpnn.com, JAKARTA - Kontingen Indonesia gagal meraih target di SEA Games 2017. Kegagalan harus menjadi pelajaran untuk perbaikan ke depan.

Support penuh dari semua pihak akan menjadi pemicu buat atlet untuk melakukan perubahan.

BACA JUGA: Wow, Inilah Total Tiket yang Terjual Pada Acara Penutupan SEA Games 2017

Catatan besar pola pembinaan olahraga Indonesia sebenarnya berada di tangan Kemenpora dan Satlak Prima. Kedua belah pihak tersebut punya daya dan upaya untuk mewujudkan itu semua.

Sayangnya, capaian SEA Games 2017 lalu sudah cukup membuktikan bahwa mereka hanya punya upaya tanpa daya alias modal logistik.

BACA JUGA: Target SEA Games Tak Tercapai, Cak Imin Minta Penjelasan Imam Nahrawi

Alasan pendanaan sejauh ini masih menjadi isu krusial buat pelatnas cabor Indonesia dalam menjalankan program latihan mereka.

Mulai dari perencanaan latihan, uji tanding di dalam dan luar negeri plus kompetisi menjadi syarat mutlak agar para atlet bisa berkembang.

BACA JUGA: Lukman Edy: Bubarkan Satlak Prima

Rony Syaifullah, pelatih kepala pelatnas pencak silat mengatakan bahwa tanpa anggaran timnya tidak akan mampu menjalankan program pelatnas dengan maksimal.

“Seperti yang kami alami sepanjang 2017 lalu,“ ujarnya. Beruntung di tubuh PB IPSI, ada perubahan struktur yang akhirnya menempatkan Edhy Prabowo sebagai manajer pelatnas. Sebagian kebutuhan anggaran pelatnas ditopang PB IPSI.

Selain tentunya mengandalkan anggaran dari Satlak Prima yang jumlahnya tidak signifikan. Capaian pencak silat memang jeblok di SEA Games kali ini.

Dari 20 medali emas yang diperebutkan, hanya ada 2 emas, 4 perak dan 9 perunggu yang bisa diraih pesilat Indonesia.

“Ini memang salah satu pencapaian terburuk buat kami, tetapi penilaian subjektif yang menguntungkan tuan rumah juga jadi masalah,” lanjut Rony. Terlepas dari itu semua, seharusnya pesilat Indonesia juga harus bersiap secara teknis.

Sementara itu, angkat besi yang selalu menjadi tumpuan buat Indonesia di event olahraga besar dunia mengancam batal ikuti kejuaraan Dunia bila dukungan keuangan tidak stabil.

“Kami gak mau, anak-anak kami yang levelnya sudah dunia, harus bingung cari tiket pulang karena gak ada dana,” beber Alamsyah Wijaya, manajer pelatnas angkat besi.

Konsep dan strategi Satlak Prima dalam pembinaan atlet elit, khususnya angkat besi mendapatkan sorotan PB PABBSI.

Alam yang juga Kepala Bidang angket bsi PB PABBSI seharusnya timnya mengirim atlet muda untuk tampil di Asian Indoor and Martial Art Games (Aimag) 2017.

“Karena tidak ada target di situ, kalau saya tahu dari awal, prioritasnya akan kami arahkan kepada lifter junior,” urainya.

Salah satu contoh kasus adalah seperti yang terjadi pada Maria Natalia Londa, atlet andalan Indonesia yang turun di dua nomor yakni lompat Jangkit dan lompat jauh. Londa di Kuala Lumpur harus puas meraih dua perak.

Itu karena dia selalu kalah dari atlet Vietnam. Dan atlet Vietnam yang mengalahkannya di dua nomor itu adalah dua orang yang berbeda yakni Vi Thi Men (lompat jangkit) dan Bui Thi Thu Thao (lompat jauh). "Vietnam memang banyak pelapisnya," ucap Londa.

Vietnam meraih prestasi apik juga karena tidak tanggung-tanggung dengan kamp pelatnas yang mereka buat.

Mereka memiliki tiga kamp besar untuk pelatihan calon atlet-atlet Vietnam yang akan tampil di event Internasional.

"Itu ada di tiga kota berbeda yakni Hanoi, Ho Chi Minh, dan Da Nang," ucap pelatih kepala atletik Vietnam, Yu Ngoc Loi.

Vietnam di atletik SEA Games 2017 kemarin begitu mendominasi dengan menjadi pengumpul medali terbanyak yakni 17 emas, 11 perak, dan 6 perunggu.

Sementara Indonesia harus puas hanya menempati peringkat empat dengan raihan 5 emas, 7 perak, 3 perunggu. Atletik total mengumpulkan 46 emas di SEA Games.

Di lain sisi, harus diakui, lima emas yang didapat cabor atletik menjadi salah satu lumbung medali untuk tim merah putih.

Namun, jika dibandingkan dengan prestasi negara-negara lain, Indonesia bukan saatnya merasa masih dalam posisi aman.

PB PASI sendiri menyadari hal tersebut. Sayangnya, mereka belum juga menemukan cara yang tepat untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara pesaig yang sudah lari kencang.

"Untuk sementara formula yang terbaik masih difikirkan," ucap Kabid Binpres PB PASI, Taufik Yudi Mulyanto. (nap/irr)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Tinggal Kuala Lumpur


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler