jpnn.com, BOGOR - Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian drh. NLP Indi Damayanti menyatakan bahwa Indonesia mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian laboratorium di Indonesia terkait Covid-2019
Beberapa alasan di antaranya adalah Indonesia mempunyai laboratorium berkeamanan tinggi (Biosafety Level 3), dan mempunyai lembaga-lembaga riset yang memiliki laboratorium dengan menggunakan advance biotechnology.
BACA JUGA: Amigos Kemang Tetap Buka Meski Ada Isu Virus Corona
Selain itu, masih banyak laboratorium memiliki fasilitas yang sangat memadai bahkan sangat baik dalam melakukan pengujian penyakit emerging baik itu pada hewan maupun manusia atau penyakit zoonosis lainnya.
"Untuk Covid-19, WHO menyediakan guidance untuk pengujian laboratorium yang bertujuan untuk memandu laboratorium yang terlibat dalam pengujian sampel dari pasien terduga Covid-19," katanya dalam FGD Kesiapsiagaan Masuk dan Menyebarnya Penyakit Hewan Emerging dan Re-Emerging di Indonesia, di Bogor, Selasa (3/3).
BACA JUGA: WN Jepang yang Kena Corona Itu Sempat Singgah di Jakarta Barat
Beberapa guidance WHO terkait dengan biosafety laboratory dan pengujian molekuler yang dikembangkan in house dan komersial. Beberapa grup yang mengembangakan protokol pengujian diantaranya adalah China CDC, Jerman, HongKong, Japan, Thailand dan US CDC.
Pengujian tersebut berdasar pada molecular assay dengan menggunakan beberapa primer pada regio seperi ORF1ab, N, OEF1b, E, Spike, RdRp dan lainnya.
BACA JUGA: Jokowi Yakin Penderita Corona Bisa Sembuh, Asal...
Selain itu masing-masing laboratorium mempunyai networking dan juga menjalin komunikasi dalam hal pengujian tersebut serta saling sharing baik itu bahan maupun metode.
"Jadi tidak perlu diragukan lagi tentang kemampuan Indonesia dalam mendeteksi penyakit COVID-2019," ujar Indi yang juga peneliti Virologi Molekuler, Balitbangtan-BBLitvet, Kementerian Pertanian .
Dikatakannya, dalam beberapa bulan terakhir, banyak penyakit hewan yang timbul dan berdampak langsung pada ekonomi bahkan kehidupan manusia.
"Pada ternak babi misalnya, ada African Swine Fever (ASF) yang menyebabkan kematian ternak di Sumatera Utara. Kemudian ada antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul dan menyerang manusia," ujarnya.
Baru-baru ini, COVID-19 (Coronavirus) dari Provinsi Wuhan, Tiongkok di bulan Desember 2019 yang kini sudah mewabah di seluruh dunia. Per 1 Maret 2020, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan sebanyak 60 negara (termasuk Indonesia) terdapat penderita terinfeksi virus COVID-19.
"Kejadian wabah penyakit COVID-19 dan lainnya sangat pas dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi kita semua untuk memperkuat kesiapsiagaan nasional terhadap masuk dan menyebarnya wabah penyakit hewan, baik penyakit baru (Emerging) maupun penyakit yang sudah ada di Indonesia (Re-Emerging) yang sewaktu waktu meletup," katanya.
Kegiatan FGD tersebut menghadirkan pakar dari Direktorat Kesehatan Hewan (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan), Pusat Karantina Hewan dan Kemanan Hayati Hewani (Badan Karantina Pertanian, Kementan), Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan), Puslitbang Biomedis dan Kesehatan Dasar (Badan Litbang Kemenkes), Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitbangtan Kementan).
"Saran dan masukan dari para pakar peternakan dan kesehatan hewan, sangat bermanfaat bagi Kementerian Pertanian dalam mengamankan produksi peternakan nasional dan memberikan rasa aman masyarakat dari kemungkinan tertular penyakit hewan yang dapat menyerang manusia (zoonosis)," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan