Indonesia Perlu Desain Baru Geopolitik Merespons Konflik dan Perang

Sabtu, 01 Juni 2024 – 18:50 WIB
Forum Aktivis Nasional (FAN) menggelar diskusi publik bertajuk "Desain Baru Geopolitik dan Kekuatan Sumber Daya Indonesia Menghadapi Pertarungan Antar-Negara Adikuasa" di kawasan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6). Foto: Source for JPNN.com.

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Forum Aktivis Indonesia (FAN) Bursah Zanubi mengatakan bahwa saat ini terdapat beberapa perang dan konflik yang eskalasinya berpotensi meningkat menjadi peperangan antarbangsa. Bursah menyebut, pertama ialah perang antara Rusia dan Ukraina. Kedua, lanjut Busrah, perang antara Israel dengan Palestina.

"Perang ini dikutuk dunia karena Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina," kata Bursah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/6). Selain itu, lanjut Busrah, ada pula konflik Iran dan Israel, Tiongkok dan Taiwan, Korea Utara dan Korea Selatan, serta meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan.

BACA JUGA: Geopolitik Masuk Poin Rekomendasi Rakernas V, PDIP Minta Pemerintah Aktif Menciptakan Perdamaian

Bursah menyampaikan itu saat diskusi publik bertajuk "Desain Baru Geopolitik dan Kekuatan Sumber Daya Indonesia Menghadapi Pertarungan Antar-Negara Adikuasa" di kawasan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6).

Diskusi publik yang digelar Forum Aktivis Nasional dalam rangka mempertingati Hari Lahir Pancasila ini dihadiri, antara lain, akademisi Universitas Indonesia Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta, pengamat militer dan pertahanan Connie Rakahundini Bakrie, mantan anggota DPR RI Nurhayati Ali Assegaf.

BACA JUGA: PGN Optimalkan LNG Bantu Kebutuhan Energi Industri untuk Hadapi Risiko Geopolitik

Bursah mengatakan bahwa Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto nanti, memerlukan telaah dan antisipasi terhadap kemungkinan negara ini menjadi arena perebutan sumber daya alam yang melimpah, tetapi belum dikelola dengan baik dan berbasis pada kedaulatan nasional.

"Kebijakan Indonesia sentris dengan hilirisasi, industrialisasi, belum memadai untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan menjadi 10 besar kekuatan global di 100 tahun Indonesia," ungkap Bursah dalam diskusi yang dimoderatori akademisi Unkris Jakarta Dr. Sidratahta Mukhtar, itu.

BACA JUGA: Pakar Sebut Prabowo Mampu Lanjutkan Strategi Geopolitik Jokowi

Nah, kata Busrah, diskusi publik nantinya akan merekomendasikan ide dan pemikiran yang berguna bagi desain baru geopolitik Indonesia secara umum dan khusus tentang kebijakan pertahanan keamanan RI ke depan.

Connie Rakahundini Bakrie mengatakan bahwa tren modernisasi pertahanan yang berpotensi memicu perlombaan senjata akan meningkatkan ketegangan di kawasan, termasuk Asia Pasifik, yang mana ada pemain besar utama, seperti China dan Amerika Serikat. 

Connie menambahkan bahwa untuk mengatasi persoalan geopolitik itu, negara kawasan dapat secara aktif mencari kerja sama alternatif termasuk pengaturan minilateral. 

"Indonesia harus segera mengubah diri dari pendekatan reaktif-pasif defence untuk fokus menuju pendekatan offensive defence yang lebih dinamis, guna mendorong visi poros maritim dunia yang mampu menghadapi supremasi AUKUS yang akan muncul," papar Connie.

Dia mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan harus segera duduk menyusun peta jalan baru politik luar negeri dan pertahanan menuju pencapaian target, untuk mengantisipasi risiko ancaman dari persaingan langsung postur dan proyeksi kekuatan di kawasan.

Sementara, Sukamta mengatakan politik bebas aktif yang dianut Indonesia harus bergerak pada visi yang jelas untuk national interest.  Sebab, dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) belum ada national interest yang jelas.

Menurut Sukamta, negara lain di kawasan telah beralih pada high technology industry, sedangkan Indonesia masih fokus pada pembangunan infrastruktur tol dan saat ini Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

"Oke, untuk alasan pemerataan ekonomi, tetapi harus dihindari betul jika ini berbasis proyek untuk habis budget akibat kekurangan imajinasi," katanya.

Adapun Prof. Hikmahanto menyoroti geopolitik terkait trade war antara Tiongkok dan Amerika Serikat, plus perang Rusia dan Ukraina, serta Palestina vs Israel. "Amerika menceramahi dan mengajari kita tentang HAM dan demokrasi, tetapi mereka sendiri menerapkan standar ganda sesuai kepentingannya sendiri," kata Hikmahanto. (*/boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler