Indonesia Surplus Politisi

Kamis, 13 September 2012 – 08:14 WIB
JAKARTA – Belum sehatnya penyelenggaraan pemilu di negeri ini menjadi salahsatu faktor penghambat lahirnya negarawan. Padahal semua 
pihak, terutama partai, memiliki tanggungjawab untuk membangun sistem yang melahirkan negarawan.

“Saat ini kita mengalami surplus politisi. Maka, cara berpikir mereka, akan dapat untung apa setelah menjadi politisi. Jumlah politisi yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya sendiri pun terlalu banyak,” kata Direktur Reform Institute Yudi Latief, dalam diskusi di Presroom DPD, Rabu (12/9).

Yudi menjelaskan, sosok politisi dengan negarawan sangatlah berbeda. Negarawan adalah aktor politik yang selalu menempatkan diri untuk 
melayani negara. Sedangkan politisi, lanjut Yudi, merupakan aktor politik yang selalu menempatkan negara untuk melayani dirinya. “Ada perbedaan mendasar keduanya,” katanya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, keberadaan politisi tetap 
dibutuhkan untuk menjadi pelaku dalam kehidupan berbangsa bernegara. Namun, kata dia, Indonesia membutuhkan politisi yang memiliki wawasan 
dan visi kenegarawan.
“Bagaimanapun negara tetap butuh politisi yang bersih,” katanya.

Akbar juga meminta jangan ada dikotomi antara politisi dan negarawan. Selain itu, kata Akbar, yang dibutuhkan saat ini adalah membangun sistem politik yang dapat menghasilkan politisi yang negarawan. Oleh karena itu, kata Akbar, seluruh pihak harus bersama-sama memperkuat 
kelembagaan partai. “Kita harus dorong terus partai untuk menciptakan sistem yang melahirkan kepemimpin yang demokratis, menciptakan proses 
kaderisasi yang berkesinambungan,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah mengatakan, negarawan berasal dari politisi. Oleh karena itu, partai harus melakukan evaluasi terhadap kader-kadernya di parlemen. Partai, kata Jafar, dituntut dapat melahirkan politisi yang baik, sehingga bisa dididik menjadi kader negarawan. “itu suatu keniscayaan,” ujarnya.

Partai, lanjutnya, harus melakukan kontrol terhadap seluruh kadernya, terutama di parlemen. Tidak hanya itu, kata Jafar, partai juga harus 
memperbaiki dan mengatur secara baik sumber pendanaan partai, selain memperbaiki proses rekrutmen yang berbasis kaderisasi. “Bukan 
rekrutmen berdasarkan kepentingan sesaat,” tegasnya. (dms/ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR: Berkat NU Indonesia Eksis sebagai Bangsa

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler