Industri Alas Kaki Kurangi Produksi Hingga 50 Persen

Rabu, 29 Maret 2017 – 21:55 WIB
Ilustrasi. Foto: Radar Sukabumi/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Industri alas kaki di Jawa Timur menilai, pemangkasan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan penurunan tarif listrik untuk industri padat karya belum efektif.

Lesunya pasar alas kaki global maupun domestik membuat industri berbasis padat karya tersebut harus mengurangi produksi mereka.

BACA JUGA: Industri Perkapalan Semakin Menggeliat

Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur Winyoto Gunawan menilai, insentif itu hanya bisa dirasakan perusahaan besar.

’’Misalnya, untuk penurunan tarif dasar listrik, syaratnya industri harus menambah daya. Secara tidak langsung, hal tersebut mendorong kami untuk ekspansi. Tetapi, bagaimana mau menambah investasi jika pasarnya lesu?’’ ujarnya, Selasa (28/3).

BACA JUGA: Dongkrak Perekonomian, Kaltim Andalkan Sungai Mahakam

Winyoto menambahkan, industri alas kaki di Jatim pada awal tahun ini mengurangi produksi mereka hingga 50 persen.

’’Pasar ekspor turun 20 sampai 30 persen, sedangkan penurunan pasar domestik lebih tajam lagi, yakni sampai 50 persen,’’ papar Winyoto.

BACA JUGA: Industri Ditantang Buktikan Kualitas di Ajang SNI Award

Pemerintah memang baru saja mengeluarkan aturan mengenai penurunan PPh pasal 21 bagi industri padat karya, yakni tekstil dan alas kaki.

Aturan itu tertuang dalam Tata Cara Pelaporan Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu. Beleid tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40/PMK.03/2017.

Perusahaan yang berhak menerima penurunan itu harus memiliki minimal dua ribu karyawan dan 50 persen penjualannya berorientasi ekspor.

Menurut Winyoto, hal tersebut berdampak kecil bagi industri alas kaki di daerah seperti Jawa Timur.

Dari sekitar seratus ribu perusahaan alas kaki di Jatim, hanya 20 persen yang memiliki karyawan lebih dari dua ribu orang.

Sebesar 40 persen produsen alas kaki di Jatim memiliki karyawan minimal 500–2 ribu pekerja.

Perusahaan alas kaki yang memiliki karyawan di bawah 500 pun mencapai 40 persen.

’’Jika diberi insentif, persaingan antara industri besar dan industri kecil di pasar bisa tidak sehat. Bisa membuat industri kecil terjepit,’’ ujarnya.

Selain itu, pihaknya meminta pemerintah segera menggencarkan kerja sama government to government (G to G) ke beberapa negara untuk memperluas pasar ekspor, termasuk ke AS.

’’Untuk ekspor, mayoritas terkendala G-to-G sehingga di beberapa negara kita masih terkena bea masuk,’’ jelasnya.

Winyoto menyatakan, kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump yang akan menaikkan bea masuk barang dari Tiongkok bisa menjadi peluang bagus bagi ekspor alas kaki.

Sebab, selama ini, kontribusi AS terhadap ekspor alas kaki Jatim cukup besar, yakni sekitar 20 persen.

Selanjutnya, kontribusi tertinggi masih disumbang Eropa, yakni sekitar 30 persen.

Di industri alas kaki, Indonesia harus bersaing dengan Tiongkok dan Vietnam. (vir/c22/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Dinilai Berhasil Terapkan Industrialisasi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler