Bendahara Asosiasi Pengusaha Mesin Cetak Indonesia (APMCI) Hadiprawiro Bono mengatakan kegiatan bisnis jasa cetak terus tumbuh. Ini dibarengi bertambahnya pelaku jasa tersebut di tingkat kabupaten bahkan kecamatan di Pulau Jawa maupun luar Jawa.
Menurut dia, kondisi tersebut berdampak positif terhadap meningkatnya permintaan produk mesin cetak digital, baik produk impor maupun rakitan di dalam negeri.
"Bisnis jasa cetak, terutama cetak digital, mulai berkembang sejak 2004 dan hingga kini belum jenuh bahkan tumbuh. Omzet produk mesin cetak tahun ini diyakini naik 100 persen," ujarnya di sela Festival Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2013.
Merujuk data Kementrian Perindustrian, pasar industri percetakan di dalam negeri terus tumbuh dan menguat. Hingga saat ini terdapat minimal 35 ribu pelaku industri percetakan dengan segmen pasar lebih dari Rp 130 triliun setiap tahun.
Menurut Hadi berlangsungnya hajatan pilkada secara susul-menyusul, baik pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati/wali kota, serta pemilihan anggota DPR/DPRD di berbagai daerah turut memicu meningkatnya permintaan jasa cetak. Sayangnya, mayoritas mesin cetak digital masih impor. "Masih jarang yang membuat sendiri," katanya
Hingga saat ini, imbuh Hadi, industri dalam negeri masih mengandalkan mesin-mesin cetak dari Jerman, Tiongkok, India, dan Taiwan. Baik untuk kebutuhan mesin cetak konvensional maupun digital. "Kendala untuk impor cetak digital adalah melalui enam tahap sebab, masuk dalam kategori larangan dan pembatasan," ujarnya.
Ini yang membuat anggota APMCI yang sebagian mendatangkan mesin dari luar negeri tidak bisa memuhi permintaan dengan cepat. Dampaknya, mereka melakukan jalan pintas untuk memenuhi order. "Seharusnya, kondisi ini dapat dimanfaatkan pabrikan dalam negeri," cetusnya.(dio)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus Martowardojo Janji Perkuat Kebijakan Moneter
Redaktur : Tim Redaksi