Industri Pupuk Harus Bertransformasi jadi Industri Hijau

Rabu, 21 Agustus 2024 – 15:06 WIB
Ilustrasi pupuk bersubsidi. Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar FEB UGM, Wihana Kirana Jaya mengatakan dalam konteks transisi energi/ekonomi hijau dan kimia hijau, industri pupuk harus bertransformasi menjadi industri hijau dengan memproduksi green urea.

Sudah menjadi komitmen semua negara di dunia untuk bertransisi ke energi bersih sesuai dengan NDC (Nationally Determined Contributions) yang telah ditandatangani masing-masing negara.

BACA JUGA: Pupuk Indonesia Minta Ratusan Distributor untuk Optimalkan Penyerapan Pupuk Bersubsidi

“Industri pupuk nasional dengan BUMN PT Pupuk Indonesia sebagai market leader kiranya sudah menyiapkan strategi dan roadmap untuk transformasi ke industri green urea. Namun, transformasi industri pupuk menuju green industry memang bukan perkara mudah,” ujar Wihana.

Menurut Wihana, alternatifnya dengan menangkap CO2 dari atmosfer dengan metode DAC (Direct Air Capture).

BACA JUGA: Pefindo Naikkan Peringkat SIG, Kondisi Keuangan Dinilai Makin Sehat

Manufaktur raksasa seperti PT Pupuk Indonesia layak memiliki/membangun pabrik biomethanol maupun instalasi DAC untuk kelak mendukung pasokan neutral carbon CO2.

“Pabrik-pabrik pupuk urea/amonia di Indonesia, khususnya milik raksasa pupuk PT Pupuk Indonesia sebagian masih memiliki umur teknis/ekonomis yang panjang. Penutupan dini dapat menyebabkan investasi tak balik modal,” sebutnya.

BACA JUGA: Pupuk Indonesia Bersama Relawan Bakti BUMN Bentangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 1 KM

Pupuk Kaltim sebagai anak usaha PT Pupuk Indonesia misalnya, memiliki lima unit pabrik urea berkapasitas besar dan bahkan akan membangun pabrik baru di Fakfak, Papua Barat yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pabrik baru ini akan berkapasitas produksi hingga 1,15 juta ton pupuk urea dan 825.000 ton amonia setiap tahunnya dan ditargetkan untuk mendukung pembangunan pertanian modern di wilayah Papua, di samping memenuhi stok dalam negeri dan ekspor.

Pabrik Unit 1 dan 2 yang beroperasi sejak 1984 tak lama lagi mungkin tidak ekonomis, sehingga layak masuk tahap pertama untuk direncanakan penggantian dengan pabrik baru yang memproduksi green urea.

Pada tahap berikutnya adalah membangun pabrik green urea baru untuk mengganti Pabrik Unit 3 dan 4.

Sementara Pabrik 5 yang umur teknisnya masih relatif panjang (beroperasi 2015) dan pabrik baru di Fakfak cukup dilengkapi dengan peralatan CCS (carbon capture and storage) untuk produksi urea rendah karbon.

“Secara konsisten rencana tahap penghentian operasi pabrik-pabrik urea konvensional diantisipasi dan ‘streamlining’ dengan rencana investasi pembangunan pabrik-pabrik green urea baru,” kata Wihana.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler