jpnn.com, JAKARTA - Pembahasan RUU tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua telah selesai dilakukan.
RUU tersebut direncanakan akan disahkan menjadi Undang-Undang melalui Rapat Paripurna DPR dalam waktu dekat ini.
BACA JUGA: Simak, Begini Harapan DPD RI Terkait Revisi UU Otsus Papua
Pro dan Kontra revisi RUU Otsus Papua menjadi dinamikadi DPR RI, namun pembahasan tersebut telah selesai sesuai target yang ditentukan.
Wakil Ketua Pansus RUU Otsus Papua DPR RI Yan Permenas Mandenas mengaku proses yang telah dilaluinya hal biasa dalam konteks bernegara.
BACA JUGA: Info Terbaru dari Yorrys Raweyai DPD RI Tentang Perkembangan Revisi UU Otsus Papua
Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra menegaskan perubahan yang dilakukan sudah melalui mekanisme yang konstitusional.
Sejak Pansus dibentuk, telah melakukan berbagai macam agenda konsultasi dan komunikasi publik, khususnya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, mulai di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Kami menampung aspirasi, termasuk mengundang elemen mahasiswa, pemuda, dan tokoh-tokoh masyarakat Papua. Berbagai konsultasi tersebut dimaksudkan untuk meminta pendapat dan masukan terkait agenda perubahan atas UU ini,” ujar Yan Mandenas, Selasa (13/7).
Selain elemen masyarakat, menurut Yan Mandenas, Pansus juga telah mengundang beberapa kementerian terkait pada rapat dengar pendapat umum guna mendengar pikiran dan pendapat mereka, supaya kedepan akan ada sinkronisasi program lintas kementerian dengan pelaksanaan UU Otonomi Khusus di Papua.
“Publik juga pasti tahu bahwa kami selama ini sangat terbuka kepada semua komponen elemen masyarakat Papua untuk memberikan masukan terkait agenda perubahan ini,” ujar Yan
Menurut Yan Mandenas, pada prinsipnya agenda perubahan UU Otsus Papua ini adalah bagian dari kolaborasi bersama, baik pemerintah maupun DPR RI dalam perumusannya.
Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri, awalnya hanya akan merevisi tiga (3) pasal yakni Pasal 1, Pasal 34 dan Pasal 76. Namun, berdasarkan masukan dan pendapat dari Pansus serta melihat dinamika di masyarakat, pemerintah akhirnya membuka diri dan menetapkan perubahan terhadap sembilan belas (19) Pasal, yakni tiga (3) pasal usulan pemerintah dan 16 pasal di luar usulan pemerintah.
“Penambahan jumlah pasal yang diubah menunjukkan bahwa baik Pemerintah dan DPR RI telah terbuka dan mendengar aspirasi dari masyarakat. Meskipun tidak semua aspirasi yang muncul itu bisa diakomodir, tetapi paling tidak ada beberapa aspirasi yang bisa terima. Itu menunjukkan bahwa ada komitmen serta usaha bersama yang kuat dari negara untuk berpihak pada kepentingan dan persoalan substansial orang asli Papua,” ujar Yan.
Sebagai contoh ditambahkannya dalam hal afirmasi di bidang politik. Melalui perubahan kedua ini, ke depan partisipasi politik orang asli Papua, melalui jalur pengangkatan akan berlaku hingga level kabupaten. “Jika dahulu anggota legislatif melalui mekanisme pengangkatan hanya ada di provinsi, maka pasca-perubahan ini, sistem itu akan berlaku juga di kabupaten," ujar Yan.
Revisi UU Otsus Papua juga memberikan perlindungan bagi hak politik orang asli Papua. Kebijakan ini juga akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada orang asli Papua untuk berpartisipasi dalam bidang legislatif.
Oleh karena itu, akan ada perubahan nama atau nomenklatur dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) berlaku di semua provinsi di Papua.
Selain di bidang politik, dikatakannya kebijakan baru di bidang pendidikan dan kesehatan yang berhasil didorong oleh pihaknya.
Dia menyebut Fraksi Partai Gerindra berhasil memasukkan ayat yang mengatur mengenai adanya alokasi anggaran dari dana otonomi khusus untuk membiayai hak pendidikan orang asli Papua hingga perguruan tinggi, termasuk alokasi khusus bagi pembiayaan kesehatan orang asli Papua.
“Kita berharap pembiayaan khusus pada kedua sektor ini akan terus memacu pembangunan kualitas manusia orang asli Papua di masa depan,” ujar Yan.
Di bidang ekonomi, Yan Mandenas menjelaskan akan ada peningkatan dana otonomi khusus, yang semula hanya 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) serta perbaikan dalam tata kelola pemerintahan, adanya penekanan pada aspek perbaikan koordinasi dan peningkatan pengawasan. Adapun pengawasan itu akan dilakukan DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, dan Perguruan Tinggi.
Pansus juga mendorong agar kedepan pembangunan ekonomi di Papua diprioritaskan pada pembangunan di level kampung, mengingat orang asli Papua banyak berada di wilayah tersebut.
Kemudian, lanjutnya akan ada juga pembentukan suatu badan khusus yang berada di bawah Presiden guna melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi mengenai pelaksanaan otonomi khusus Papua.
Dia berharap melalui badan ini, pelaksanaan otonomi khusus dan pembangunan di Papua akan semakin terintegrasi dan terarah.
Yan juga mengatakan Pansus bersama Pemerintah telah menyepakati beberapa hal lain, misalnya, adanya syarat bagi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) harus bukan dari anggota partai politik, begitu juga dengan syarat bagi anggota legislatif dari jalur pengangkatan.
“Kedua jalur khusus bagi orang asli Papua ini diharapkan bebas dari kepentingan partai politik, sehingga keduanya bisa bekerja secara bebas dan mandiri," ungkapnya
Berbagai upaya sudah dimaksimalkan tim Pansus RUU Otsus Papua dalam mengawal proses Perubahan Kedua UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Bagi Provinsi Papua ini. Namun, dia juga mengakui dan sangat menyayangkan kalau selama proses pembahasan, hanya Pemerintah Provinsi Papua Barat, yang aktif melakukan komunikasi ke pimpinan partai politik di Jakarta sementara banyak elemen masyarakat Papua, yang lebih banyak berbicara dan berkoar di luar.
Padahal, komunikasi yang intens oleh pemerintah daerah kepada pimpinan partai politik akan berperan penting dalam mendorong masuknya aspirasi masyarakat pada agenda perubahan.
“Lantas melahirkan kesan seakan upaya dan niat baik pemerintah melalui agenda perubahan tidak mendapat respon yang baik dari pemerintah daerah dan masyarakat. Padahal, substansi perubahan UU Otonomi Khusus Papua ini adalah harapan sekaligus masa depan orang asli Papua," kata legislator muda asal Dapil Papua ini.
Legislator asli orang Papua ini menyesalkan selain pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi Papua terkesan mengabaikan tanggung jawabnya untuk mengawal agenda perubahan kedua UU No. 21 Tahun 2001.
Padahal, aspirasi rakyat Papua melalui suara pemerintah provinsi sangat dibutuhkan dalam rangka suksesnya proses perubahan. Bahkan ada lembaga yang lebih sibuk dengan agenda gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan menuduh pemerintah dan DPR RI melanggar konstitusi.
“Padahal, kami bekerja sesuai mekanisme dan aturan. Sebentar lagi akan disahkan menjadi Undang-Undang melalui Rapat Paripurna,” kata dia.
Yan mengatakan Pansus sangat berharap semua pihak untuk menyudahi polemik maupun pertentangan pendapat mengenai agenda perubahan ini.
“Mari kita kawal bersama, supaya setelah disahkan, pelaksanaannya oleh pemerintah berjalan sungguh-sungguh sesuai dengan harapan dan kepentingan kita orang asli Papua," kata Yan.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich