jpnn.com - JAKARTA - Infrastruktur logistik adalah urat nadi perekonomian. Karena itu, lemahnya logistik selalu dituding sebagai biang kerok rendahnya daya saing ekonomi Indonesia menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, dalam hal logistik, dwelling time atau waktu bongkar muat di pelabuhan adalah salah satu poin yang menjadi langganan keluhan pelaku usaha. ''Karena itu, kami berkomitmen menekan dwelling time menjadi 4,7 hari,'' ujarnya kemarin (3/10).
Menurut Chatib, pemerintah tidak main-main dengan janji tersebut. Dia menjelaskan, ketika awal dirinya menjabat menteri keuangan pada Mei 2013, dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan gerbang utama ekspor impor Indonesia tercatat mencapai 11 hari. ''Saat itu Pak Mahendra Siregar (wakil menteri keuangan saat itu) sampai berkantor beberapa hari di Tanjung Priok,'' katanya.
Supervisi dari Kementerian Keuangan memang sangat diperlukan dalam upaya menekan dwelling time. Sebab, selain otoritas pengelola pelabuhan, proses tersebut melibatkan aparat Ditjen Bea Cukai di bawah kendali Kementerian Keuangan.
Hasilnya, dwelling time dapat diturunkan bertahap hingga saat ini 5,2 hari. ''Tapi, target kita tetap 4,7 hari, kalau bisa lebih cepat. Sebab, misi besar kita adalah ingin mengejar standar (pelabuhan) Singapura, Hongkong, atau Dubai,'' tegasnya.
Chatib menuturkan, perbaikan sistem logistik nasional yang salah satunya dilakukan melalui percepatan dwelling time akan menjadi kunci efisiensi perekonomian Indonesia. Apalagi, dengan skema MEA yang sudah berada di depan mata, efisiensi ekonomi bakal menentukan daya saing Indonesia. ''Kalau kita ingin menang (dalam kompetisi), efisiensi menjadi keharusan,'' jelasnya.
Ketua Tim Pelaksana Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor Ibnu Purna memaparkan, langkah konkret yang sudah dilakukan untuk memangkas dwelling time adalah percepatan preshipment inspection, single submission system, dan pelayanan 24 jam 7 hari. Lalu, penyempurnaan risk engine hingga penyerahan dokumen pelengkap secara online. ''Fokus kita memang di Tanjung Priok. Tapi, pelabuhan lain juga kita sasar seperti Tanjung Perak, Surabaya; Belawan, Medan; dan Soekarno Hatta, Makassar,'' terangnya.
Menurut Ibnu, berbagai perbaikan tersebut membuat peringkat logistik Indonesia membaik. Mengacu pada Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis dua tahunan oleh Bank Dunia, Indonesia tahun ini berada di posisi ke-53 atau naik bila dibandingkan dengan peringkat pada 2012 di 59.
Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menegaskan, Logistics Performance Index bisa menjadi acuan pemerintah untuk mengukur sejauh mana kesiapan Indonesia saat memasuki MEA akhir 2015. ''Sayangnya, kita masih jauh tertinggal dari kompetitor utama seperti Thailand dan Malaysia,'' katanya.
Karena itu, pemerintah harus benar-benar serius membenahi sistem logistik nasional. Baik yang bersifat fisik seperti infrastruktur transportasi maupun yang bersifat nonfisik seperti simplifikasi regulasi serta peningkatan layanan birokrasi. (owi/c14/oki)
BACA JUGA: Tapera Itu Penting untuk Masyarakat
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Berpolemik, Pengusaha Ketakutan
Redaktur : Tim Redaksi