Ingat, Ada Dua Patahan Aktif di Kawasan Surabaya

Jumat, 12 Oktober 2018 – 14:36 WIB
Candi Bentar di depan Kantor Samsat Jembrana yang rusak akibat gempa di Situbondo pada Kamis (11/10) dini hari. Foto: M Basir/Radar Bali

jpnn.com, SURABAYA - Gempa berkekuatan 6,4 skala Richter yang berpusat di timur laut Situbondo juga dirasakan warga di Surabaya dini hari kemarin (11/10).

Guncangan yang terjadi pada pukul 01.44 itu membuat sebagian warga terbangun dan keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri.

BACA JUGA: Nana Mirdad Ikut Rasakan Efek Gempa Situbondo

Command Center 112 menerima laporan getaran gempa dari petugas linmas di kelurahan. Laporan datang dari Kelurahan Karah, Margorejo, Rungkut, Jambangan, dan Darmo Kepala BPD Linmas Pemkot Surabaya Eddy Christijanto memastikan tidak ada korban jiwa maupun kerusakan material.

"Tidak ada laporan korban dan kerusakan bangunan," jelasnya.

BACA JUGA: Panik Ada Gempa, Dua Ibu Berlari ke Luar Rumah Tanpa BH

Eddy melanjutkan, sejak terjadinya gempa di Lombok Juli lalu, pemkot senantiasa siaga dalam penanggulangan bencana itu.

Mereka juga memberikan pelatihan rutin tanggap bencana gempa kepada masyarakat.

BACA JUGA: Gempa 6,4 SR Guncang Jatim dan Bali, Tiga Warga Meninggal

Eddy menuturkan, sejak penelitian dari pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) pada awal tahun ini, pemkot memang telah bersiap.

Dalam penelitian itu dijelaskan bahwa Surabaya dilewati dua patahan aktif yang berpotensi dapat menimbulkan gempa.

Pakar Geologi ITS Amien Widodo mengatakan, di Surabaya ada dua patahan aktif yang berpotensi menimbulkan gempa.

Yakni, patahan Surabaya dan patahan Waru. Temuan patahan itu penting untuk membuat sarana mitigasi bencana yang tepat. Agar bisa menekan kerugian, baik materiil maupun nonmateriil.

Amien menyampaikan, selain struktur bangunan, kondisi tanah bisa menjadi paramater untuk melihat efek yang ditimbulkan gempa.

Tanah memiliki karakteristik yang berbeda saat dikenai beban gempa. Tanah bisa mengalami likuefaksi dan amplifikasi.

Likuefaksi merupakan peristiwa yang terjadi pada tanah yang memiliki lapisan pasir.

Di dalam tanah tersebut terdapat air dalam kondisi jenuh yang kemudian akan mendorong ke atas serta mengakibatkan pasir dan air langsung keluar. Peristiwa tersebut terjadi dalam gempa Palu lalu.

Dia menambahkan, masih ada kemungkinan terjadinya likuefaksi di wilayah Surabaya. Hal tersebut disebabkan, selain endapan rawa, terdapat tanah yang berjenis endapan pasir pantai.

Namun, dia melanjutkan, perincian luas tanah yang terdampak belum bisa ditentukan karena sifat penelitian tanah yang berlangsung hanya memindai lapisan.

Kepala laboratorium geofisika teknik dan lingkungan itu mengungkapkan, kawasan Surabaya Timur dan Utara yang jenis tanahnya berupa endapan rawa lebih berpotensi mengalami amplifikasi atau penguatan gelombang gempa.

Amplifikasi tersebut merambat melalui tanah yang lunak dan menghasilkan amplitudo yang besar. Pembesaran itulah yang akan memengaruhi energi dari gempa tersebut.

"Dengan kata lain, kekuatannya akan berlipat beberapa kali," tuturnya.

Amien menyebutkan bahwa pemadatan tanah menjadi salah satu solusi untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan fondasi tiang pancang pada bangunan bertingkat bisa dilakukan untuk mengurangi dampak amplifikasi. (elo/c25/ayi/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa di Situbondo tidak Berpotensi Tsunami


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler