jpnn.com, JAKARTA - Mantan komisioner Komisi Kejaksaan Kaspudin Noor menyatakan, sah-sah saja bagi majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Menurutnya, hukum pidana bersifat aktif.
“Artinya, hakim boleh melakukan apa yang di luar yang diminta pihak-pihak,” kata Kaspudin dalam diskusi bertema Dramaturgi Ahok di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5).
Kaspudin menjelaskan, hukum pidana berbeda dengan perdata. Dalam hukum perdata, kata dia, hakim tidak bisa memutus di luar dari yang diminta pihak-pihak yang beperkara.
BACA JUGA: Please, Lihat Vonis Ahok dengan Kacamata Hukum Saja
Kondisi itu berbeda dengan hukum pidana. Menurut dia, hakim boleh memutuskan di luar permintaan jaksa atas berbagai pertimbangan.
Kaspudin menegaskan, asas hukum pidana itu aktif menjaga jika jaksa kalau ada kekeliruan. “Hakim adalah rambu karena benteng terakhir pencari keadilan," tegasnya.
Lebih lanjut dia juga menyoroti ihwal penahanan Ahok yang menimbulkan pro dan kontra. Dia menjelaskan, sejak proses penyidikan di Polri yang berlanjut ke Kejaksaan Agung hingga persidangan, Ahok tidak ditahan.
BACA JUGA: Hati-Hati! Ada Provokator di Balik Aksi Mendukung Ahok
Menurut Kaspudin, jika Ahok ditahan saat tahap penyidikan oleh Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung, kemungkinan akan menimbulkan perspesi bahwa penegak hukum tengah menjegal terdakwa perkara penodaan agama itu dalam kontestasi pilkada DKI. Hingga akhirnya Ahok ditahan lewat amar putusan majelis hakim.
Kaspudin menegaskan, hakim memiliki pertimbangan-pertimangan lain selain landasan Pasal 21 KUHAP yang mengatur syarat-syarat penahanan. Misalnya, kata dia, hakim berpikir selama ini banyak terdakwa penodaan agama ditahan. “Mungkin ini alasan hakim,” tuturnya.
BACA JUGA: MUI Imbau Pendukung Ahok Sudahi Aksi
Sedangkan peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menyayangkan tidak adanya penjelasan hakim sehingga memvonis Ahok dua tahun penjara dan langsung melakukan penahanan. Anggara mengatakan, penahanan sejatinya dilarang.
Namun, dia memahami bahwa sepanjang adanya syarat-syarat sebagaimana diatur pasal 21 KUHAP maka penahanan menjadi lazim. Hanya saja, kata dia, penyidik hingga hakim kadang tidak ada yang menjelaskan terperinci tentang alasan penahanan.
Anggara menyebut hal itu juga terjadi pada penahanan Ahok. Misalnya, kata dia, hakim tidak menjelaskan soal alasan dalam keadaan tertentu Ahok dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti ataupun mengulangi perbuatannya.
“Saya yakin, tidak ada keadaan itu disampaikan. Ini mengecewakan kami. Semestinya, keadaan yang mendasarinya ditahan itu dijelaskan,” ujar Anggara dalam diskusi yang sama.
Anggara menambahkan, seharusnya hakim melihat tidak ada urgensi menahan Ahok. Sebab, Ahok kooperatif menjalani persidangan.
"Sayangnya dalam banyak hal, bukan hanya kasus ini, penuntut penyidik dan pengadilan, gagal menjelaskan hal-hal itu," ujarnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Intoleran dan Radikalisme Dicap Cuma Permainan Elite, Kasus Ahok?
Redaktur & Reporter : Boy