Ingat, Tiga Partai Pengusung AHY Jadi Pendukung Jokowi

Kamis, 16 Februari 2017 – 12:01 WIB
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - jpnn.com - Peta politik pilkada DKI Jakarta bakal berubah seiring tersingkirnya duet Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (AHY-Sylvi) dari kontestasi karena tak mampu mengungguli perolehan suara Basuki T Purnama-Djarot S Hidayat (Ahok-Sjarot) ataupun Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Sebab, ada Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai pengusung Agus-Sylvi yang akan mempertimbangkan pengalihan dukungan pada pilkada DKI putaran kedua pada 19 April mendatang.

BACA JUGA: Jubir Tim Ahok-Djarot Sebut AHY Jadi Teladan Luar Biasa

Lantas, ke kubu manakah partai pendukung Agus-Sylvi akan mengalihkan dukungan dalam pilkada putaran kedua yang akan diikuti Ahok-Djarot dan Anies-Sandi? Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan, jika bicara kalkulasi politik maka tidak mutlak bisa 100 persen.

Menurutnya, saat ini tiga partai politik pendukung AHY-Sylvi menjadi bagian dari pemerintahan Joko Widodo. Yakni PAN, PKB dan PPP.

BACA JUGA: Demokrat DKI Sudah Dicolek untuk Dukung Anies-Sandi

"Itu juga harus diperhitungkan. Tidak gampang massa mereka  bisa dimobilisasi Agus atau tim sukses ke salah satu pasangan," kata Emrus kepada JPNN, Kamis (16/2).

Direktur eksekutif Emrus Corner itu menambahkan, politik memang dinamis. Jika melihat sisi komunikasi politik tiga bulan belakangan ini, kata Emrus, ada kesamaan antara kubu AHY-Sylvi dengan Anies-Sandi.

BACA JUGA: Habib Aboe Ajak Relawan Anies-Sandi Dekati Pemilih AHY

Namun, dia mengingatkan bahwa pada debat ketiga pilkada DKI, Agus menuding Anies tidak konsisten. Karenanya, jika pihak Agus nantinya mendukung Anies, bisa dianggap bersikap inkonsisten.

"Kok tiba-tiba mendukung ke sana lagi? Memang secara politik bisa sangat cair, tapi secara akal sehat kita bisa mengatakan inkonsisten juga kalau begitu kan," kata dosen di Universitas Pelita Harapan itu.

Lantas bagaimana dengan Susilo Bambang Yudhoyono dan PD? Emrus mengatakan, sulit untuk mengatakan SBY akan memilih sikap netral seperti yang dilakukan pada saat pemilihan presiden 2014 dan di pemerintahan  saat ini. 

Menurut Emrus, posisi SBY sebagai ketua umum PD tentu tidak bisa terlepas dari kepentingan politik dan kekuasaan. Sepanjang SBY masih memimpin partai, kata Emrus, maka dia tidak pernah lepas dari kepentingan perjuangan politik PD.

"Ini dia ketum sebagai pengambil keputusan strategis, bagaimana mungkin dia netral. Akal sehat saya katakan kecil kemungkinan," jelasnya.

Emrus pun berharap ke depan mantan presiden maupun wapres tidak lagi menjabat sebagai ketum partai. "Presiden yang aktif sudah seharusnya mengangkat mereka menjadi penasihat pemerintah yang sedang eksis," tuntasnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mas Agus Sudah Punya Rencana untuk Indonesia 2045


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler