jpnn.com - JAKARTA - Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) dinilai melanggar moral dan hukum karena tindakannya dalam sengketa kepemilikan PT CTPI. Pasalnya, putri Presiden RI ke-2 Soeharto itu tidak menjalankan kesepakatan dengan pihak PT Berkah Karya Bersama.
Sejak awal, pihak Tutut bersama PT Berkah Karya Bersama sudah menandatangi investment agreement tentang penyelesaian sengketa hanya lewat Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Namun dalam perjalanannya, Tutut membawa kasus sengketa kepemilikan PT CTPI ke Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan di bawahnya.
BACA JUGA: Jokowi Tegaskan Penyerapan Anggaran Wajib di Atas 90 Persen
"Pengingkaran terhadap seluruh atau sebagian isi kontrak sama saja terhadap pengingkaran moral dan hukum yang dianut dalam prinsip privity of contract yang memiliki kesucian kesepakatan itu," terang Akademisi Hukum, Zainal Arifin Hoesein dalam keterangan pers, Kamis (22/1).
Menurut dia, sebuah investment agreement harus ditaati layaknya hukum negara bagi para pihak yang mengikatkan diri.
BACA JUGA: Jokowi Perintahkan Penyerapan Anggaran harus di Atas 90 Persen
"Karena itulah dikenal adanya doktrin the sanctity of contract atau kesucian kontrak dan doktrin pertanggungjawaban kontrak atau contractual liability," kata dia.
Lebih jauh dijelaskannya, sebuah perjanjian juga memiliki nilai moral yang harus dijunjung tinggi. Karena itu, dengan membawa perkara menyangkut PT. CTPI ke MA dan lembaga peradilan di bawahnya, Tutut bisa dianggap telah melanggar moral dan hukum.
BACA JUGA: Komjen Badroedin Bantah Perpecahan di Polri
"Moral dan hukum itu terhormat dan suci, sehingga kewajiban setiap pihak menghormati itu. Jadi, pengingkaran (terhadap kesepakatan) sama saja pengingkaran terhadap nilai moral dan hukum," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komjen Badroedin: Panggil Saja Saya Wakapolri
Redaktur : Tim Redaksi