jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Ketua Bidang Industri dan Perdagangan DPP Partai Perindo, Hendrik Kawilarang Luntungan mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak gegabah dalam menjalin kerja sama dengan Jepang.
Menurutnya, kerja sama itu bilateral antara Indonesia-Jepang penting namun dalam posisi keduanya harus sejajar. Pemerintah harus konsisten dengan mengedepankan ketetapan 40 Tingkat Komponen Dalam Negeri dalam investasi industri baja.
BACA JUGA: Semen Indonesia Sebar Dividen 40 persen
“Pemerintah harus konsisten terhadap ketetapan 40 persen TKDN untuk sebuah komoditas baja yang dibeli untuk belanja modal APBN,” kata Hendrik kepada wartawan Jumat (12/5).
Peringatan ini disampaikan Hendrik menyikapi kerja sama Indonesia-Jepang dalam industri baja. Bentuk kerja sama itu tergambar dari penyelenggaraan Forum Indonesia-Japan Steel Dialog (IJSD) ke-6 tahun 2016 di Tokyo, Jepang.
BACA JUGA: Kini, PT Semen Indonesia Punya Dirut Baru
IJSD merupakan Forum Konsultasi industri baja antara IISIA (Asosiasi Industri Baja Indonesia) yang didampingi Kementerian Perindustrian dan JISF (Asosiasi Industri Baja Jepang) yg didampingi METI (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang).
"Kita terus dorong industri baja untuk memperlebar produksi dan investasi sehingga menopang industri lain seperti otomotif, permesinan dan elektronika, selain baja untuk konstruksi," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Minggu (1/5) menanggapi pelaksanaan forum tersebut.
BACA JUGA: Soal Ini Senator NTT Dukung Rizal Ramli
Hendrik menjelaskan, kerja sama dengan dengan sebuah negara jelas punya kepentingan untuk mengeksploitasi sumber daya alam di Indonesia. Namun, eksploitasi itu harus bersifat egaliter sehingga Indonesia punya nilai tawar yang tinggi.
“Kita bukan semata-mata menolak investasi asing, secara sadar Indonesia masih membutuhkan modal dari luar negeri. Namun begitu, kita juga harus jeli memahami isi dari kesepakatan itu. Sudah terlalu lama kita (Indonesia) hanya dijadikan pasar dari komoditas yang bahan bakunya berasal dari negri sendiri,” katanya.
Lebih jauh Hendrik juga mempertanyakan komitment pemerintah Jepang dalam bentuk transformasi teknologi industri otomotif.
Dia mempersoalkan Indonesia yang sejauh ini hanya dijadikan pabrik perakitan, padahal daya beli masyarakat Indonesia terhadap komoditas otomotif produk Jepang juga tinggi. Hal-hal seperti itu harus kembali dipelajari bentuk kerja sama dan dampak luas bagi rakyat.
“Jika, kali ini pemerintah kembali melakukan kerjasama dalam industry baja nasional. Posisinya harus setara dengan Jepang, kita masih memiliki martabat sebagai sebuah bangsa,” katanya. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Ramadan, PPI Stabilkan Harga Gula
Redaktur : Tim Redaksi