Ingatkan Pemerintah Tak Bela Chevron

Jumat, 12 Juli 2013 – 02:20 WIB
JAKARTA - Indonesian Resources Studies (IRESS) menilai proses pengerjaan bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Riau memang kental nuansa korupsi. Sebab, proyek rehabilitasi tanah akibat pertambangan itu diduga sarat dengan penggelembungan biaya (mark-up) proyek.

"Sumber di Kementerian Lingkungan Hidup menduga proses pengerjaan bioremediasi dilakukan dengan penggelembungan biaya cost recovery seperti ditemukan Kejaksaan Agung," kata Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, dalam rilisnya, di Jakarta, Kamis (11/9).

Menurut Marwan, dugaan adanya penggelembungan biaya pekerjaan ini dalam cost recovery seperti yang ditemukan oleh Kejaksaan Agung bisa jadi merupakan sebuah kebenaran. Karena itu pula, upaya yang sedang dilakukan oleh Kejagung layak untuk didukung oleh publik.

Terkait dengan proses peradilan yang sedang berlangsung, Marwan berharap  instansi pemerintah seperti Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Sekretaris Kabinet dan  Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk bersikap netral dan tidak melakukan tekanan terhadap para hakim maupun jaksa.

Marwan mengaku memperoleh informasi bahwa sebuah rapat koordinasi antarinstansi pemerintah tentang kasus bioremediasi Chevron antara lain dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup, BPKP, Kejagung dan Sekretaris Kabinet sebagai pimpinan rapat. Marwan mengungkapkan, dalam rapat itu justru Sekretaris Kabinet diduga telah melakukan tekanan dan cenderung mempermasalahkan langkah Kejagung.

Selain itu Marwan juga menduga ada konflik kepentingan UKP4 dalam kasus bioremediasi di Chevron. Konflik kepentingan itu terkait posisi Deputi Kepala UKP4, Mas Achmad Santosa

 "Istri Mas Ahmad salah satu kuasa hukum Chevron yang sedang berperkara. Dikhawatirkan UKP4 justru akan membela kepentingan Chevron. Padahal Chevron diduga kuat telah melakukan Tipikor oleh Kejagung," ungkap mantan anggota DPD itu.

Karenanya IRESS meminta kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan tidak tunduk kepada berbagai tekanan, termasuk tekanan oleh Amerika Serikat yang perusahaannya sedang menghadapi delik pelanggaran Tipikor ini. "Martabat bangsa dan hukum negara harus ditegakkan. Jangan sampai nyali bangsa ini menciut karena berhadapan dengan Amerika, padahal pelanggaran Tipikor oleh Chevron dapat saja terjadi," imbuhnya. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Denny Bilang 150 Tahanan Lapas Tanjung Kusta Kabur

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler