Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui vaksinasi COVID-19 dengan menggunakan vaksin buatan Pfizer-BioNTech.

"Pemerintah hari ini menerima rekomendasi dari Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) independen untuk menyetujui penggunaan vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech," kata Pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan.

BACA JUGA: Penyandang Difabel di Indonesia Masih Merasa Dianggap Beban Masyarakat

"Vaksin akan tersedia di seluruh Inggris mulai minggu depan," katanya.

Saat ini angka kematian terkait virus corona di Inggris telah mencapai hampir 60 ribu jiwa.

BACA JUGA: Melbourne Pangkas Tarif Angkutan Umum Selama Masa Pandemi COVID-19

Pemerintah Inggris juga mempertimbangkan penggunaan vaksin yang dibuat oleh produsen berbeda, AstraZeneca dan Universitas Oxford.

Pihak Pfizer dalam pernyataannya menyebutkan otorisasi penggunaan vaksin oleh Pemerintah Inggris menandai momen bersejarah dalam upaya memberantas COVID-19.

BACA JUGA: Politisi Seluruh Dunia Ajak Minum Wine Australia untuk Lawan Pemerintah Tiongkok

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan program vaksinasi akan dimulai awal minggu depan. Rumah sakit, kata dia, sudah siap melakukannya.

Dalam kontrak sebelumnya, Inggris memesan vaksin buatan Pfizer untuk 20 juta orang, namun belum jelas seberapa banyak vaksin yang akan tiba hingga akhir tahun.

Salah satu permasalahan dengan vaksin Pfizer, yaitu harus disimpan pada suhu ultra-dingin sehingga menjadi kendala dalam distribusi ke tempat yang jauh.

Selain itu, diperlukan dua dosis vaksin dengan jarak tiga minggu untuk efektivitasnya.

Pemerintah Inggris mengatakan para tenaga medis di garis depan dan penghuni panti jompo akan menjadi prioritas mendapatkan vaksinasi, disusul oleh kelompok usia lanjut.

Vaksin ini telah diujikan pada puluhan ribu orang. Meski penelitian itu belum rampung, hasil awal menunjukkan bahwa efektivitas vaksin mencapai 95 persen dalam mencegah penyakit COVID-19 kategori ringan hingga parah.

Selama ujicoba, dilaporkan tidak ada efek samping yang serius, meskipun penerima vaksin mungkin mengalami rasa sakit sementara dan reaksi seperti flu tak lama setelah disuntik.

Namun para pakar memperingatkan bahwa vaksin yang dikeluarkan untuk penggunaan darurat masih bersifat eksperimental dan pengujian terakhir harus tetap diselesaikan. Ditemukan oleh pasangan suami-istri Photo: Pasangan suami istri Profesor U?ur ?ahin dan Dr Özlem Türeci, warga Jerman keturunan Turki, menciptakan vaksin COVID-19 yang akan digunakan dalam vaksinasi di Inggris pekan depan. (Istimewa)

 

Ketika BioNTech mulai mengerjakan vaksin SARS-CoV-2 pada pertengahan Januari lalu, proyek itu diberi nama Lightspeed.

324 hari kemudian, perusahaan Jerman yang tidak banyak dikenal dan belum pernah memasarkan obat, telah mendapatkan persetujuan dari Inggris.

Kedatangan obat tersebut ke rumah sakit dan ruang-ruang operasi di seluruh Inggris, dan menyusul di negara lain, menandai pencapaian yang menyaingi pendaratan manusia di Bulan.

Dr Özlem Türeci, salah satu dari tim suami-istri di balik pembuatan vaksin BioNTech, menyatakan bahwa produksi massal vaksin buatan mereka sekarang sedang berlangsung.

"Kami sudah memulai proses pengiriman vaksin," katanya.

Suaminya, Profesor U?ur ?ahin, menggambarkan vaksin buatan mereka sebagai "awal dari akhir era COVID".

Pada hari Rabu (2/12), PM Inggris Boris Johnson mengucapkan terima kasih atas nama negaranya kepada penemu vaksin tersebut.

Ia mengatakan kemajuan medis akan "memungkinkan kita mendapatkan kembali hidup kita". Vaksinasi di Australia tetap dilakukan Maret Photo: Menteri Kesehatan Greg Hunt menyatakan vaksinasi COVID-19 di Australia tetap akan dimulai pada Maret tahun depan. (ABC News: James Carmody)

 

Pemerintah Australia menyatakan disetujuinya vaksin COVID-19 di Inggris sebagai "langkah penting bagi dunia" namun tidak akan mengubah jadwal vaksinasi di Australia yang akan dimulai pada Maret tahun depan.

"Rencana kami tetap, akan memberikan persetujuan pada akhir Januari 2021, dan pelaksanaan vaksinasi pertama pada Maret 2021," kata Menteri Kesehatan Greg Hunt.

Pemerintah Federal telah membeli 10 juta dosis vaksin dari Pfizer yang diproduksi di luar negeri, daripada memproduksinya di Australia.

Itu karena vaksin Pfizer didasarkan pada teknologi mRNA, yang belum pernah berhasil diproduksi atau didistribusikan secara lokal sebelumnya.

Itu berarti vaksin perlu diangkut dalam jarak yang jauh dalam penyimpanan dengan yang suhu yang dikontrol.

Selain dari Pfizer, Australia telah menandatangani tiga kesepakatan lainnya dengan Novavax, Universitas Queensland dan Universitas Oxford/AstraZeneca untuk pengadaan vaksin COVID-19.

Ini juga merupakan bagian dari fasilitas vaksin global yang dikenal sebagai COVAX, inisiatif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memungkinkan semua negara berbagi biaya pengembangan vaksin dan manfaatnya.

Menteri Kesehatan Bayangan di Oposisi Australia Chris Bowen mengatakan bahwa jadwal bulan Maret memungkinkan adanya waktu yang cukup sampai vaksin tersedia.

Menurut rencana, vaksinasi di Australia kemungkinan akan memprioritaskan politisi, para lansia dan tenaga medis. Anak-anak akan menjadi yang terakhir dalam daftar vaksinasi.

Menkes Greg Hunt mengatakan anggota parlemen sebenarnya tidak boleh menjadi yang pertama mendapatkan vaksinasi, namun prioritas ini merupakan bentuk tanggung jawab untuk menunjukkan bahwa vaksin itu aman.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim untuk ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Reuni Keluarga Penuh Air Mata setelah Queensland Dibuka

Berita Terkait