jpnn.com, JAKARTA - Hal pertama yang harus diperhatikan dalam memilih kemasan pangan adalah faktor keamanannya. Sedang faktor berikutnya yang juga sangat penting diperhatikan adalah produknya.
Hal itu disampaikan Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma
BACA JUGA: Pakar Tegaskan Tidak Ada Hubungan Autisme dengan Konsumsi Air Galon Polikarbonat
Secara umum, lanjutnya, kemasan pangan berfungsi untuk melindungi produk terhadap pengaruh fisik (mekanik dan cahaya), kimiawi (permeasi gas, kelembaban udara/uap air), dan biologik (bakteri, kapang).
“Itulah sebabnya banyak faktor pertimbangan bagi perusahaan makanan dan minuman dalam memilih kemasan untuk produk-produk mereka,” ujarnya.
BACA JUGA: Serangan Negatif Terhadap Galon Polikarbonat Berlanjut, Aspadin dan Redaxi Bilang Begini
Dari sifat produk dan proses pengolahan produk pangannya, menurut Nugraha, ada kemasan yang tidak tahan terhadap panas dan ada yang tahan panas. Kemasan kaleng untuk sarden misalnya, itu proses pengolahannya harus dengan sterilisasi pada suhu yang sangat tinggi.
“Jika sarden itu menggunakan kemasan plastik, itu tidak akan bisa, karena plastik itu tidak akan bisa seawet kaleng pada suhu tinggi. Jadi, pilihan kenapa sarden dikemas dengan kaleng, ya karena ketahanannya pada suhu tinggi itu,” ucap Scientific Advisor Indonesian Packaging Federation ini.
BACA JUGA: Kemasan Galon Berbahan Polikarbonat Diklaim Aman untuk Kemasan Air Minum
Contoh lainnya adalah kemasan galon minum AMDK yang terbuat dari plastik polycarbonate. Dari sifat fungsional kemasan, Nugraha mengatakan, plastik PC memiliki banyak keunggulan dibandingkan dari PET. Plastik PC lebih fleksibel, sehingga lebih tahan dari risiko pecah/retak.
Plastik PC juga memiliki ketahanan gores dan ketahanan benturan yang lebih baik dengan suhu transisi gelas (Tg) yang lebih tinggi (Tg PC=150 derajat celcius, Tg PET = 70 derajat celcius), sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan.
Selain itu, menurut Nugraha, kemasan PC guna ulang sering disebut juga dengan kemasan multi trip karena mengalami banyak perjalanan. Yaitu dari pabrik dikirim ke distributor/toko/penjual, lalu dibawa ke konsumen, kemudian kemasan kosong dikembalikan lagi oleh konsumen ke penjual/toko/distributor untuk dikirimkan ke pabrik dan digunakan ulang.
Pemilihan kemasan itu juga tergantung pada target umur simpan dari produk pangannya. Dia mencontohkan untuk produk-produk snack seperti kentang atau singkong, kalau masa simpannya kurang dari satu bulan, itu cukup dengan menggunakan kemasan plastik Polypropylene (PP) yang bening. Namun, kalau masa simpannya itu 3 bulan atau lebih, harus dipilih bahan kemasan yang bisa melindungi agar gas, uap air, dan oksigen yang masuk seminimal mungkin.
Karena, snack adalah makanan yang rentan terhadap uap air dan oksigen dan ada resiko tengik. “Jadi, pertimbangan umur simpan juga sangat berpengaruh dalam memilih bahan kemasan, yang bertujuan untuk melindungi produknya dari kerusakan,” ucapnya.
Kemasan juga bisa diklasifikasikan berdasarkan frekuensi pemakaian. Dalam hal ini, kemasan terbagi menjadi kemasan sekali pakai (disposable) dan kemasan yang dipakai berulang kali (multi trip).
Contoh kemasan sekali pakai adalah bungkus plastik untuk es, permen, bungkus dari daun-daunan, karton dus minuman sari buah, dan kaleng hermetis, galon PET. Sedang kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip) contohnya botol minuman, botol kecap, botol sirup, dan galon Polycarbonate.
Jadi, kata Nugraha, memilih kemasan itu tidak sembarangan dilakukan. Ada alasannya kenapa perusahaan makanan atau minuman itu menggunakan kemasan untuk produk-produk mereka. “Dan soal keamanannya, itu kan sudah ada aturannya dari BPOM bahwa kemasan yang digunakan itu harus food grade,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Dosen IPB lainnya, Purwiyatno Hariyadi. Dia mengatakan laju perubahan mutu produk pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kondisi bahan baku sampai pada kondisi penyimpanan dan penjajahannya. Menurutnya, dalam upaya mengelola mutu produk pangan, semua faktor-faktor ini perlu diidentifikasi dengan baik, sehingga upaya penjaminan mutu produk sampai produk tersebut diterima dan dikonsumsi konsumen bisa dicapai.
Profesor yang menekuni bidang Food Process and Engineering Laboratory ini mengatakan semua kemasan, baik itu berupa kaleng, galon, dan lain-lain, mempunyai peranan sangat penting dalam melindungi produk yang dikemas.
Karena itu, pemilihan bahan pengemas yang tepat serta proses pengemasan yang baik sangat penting untuk menentukan masa kadaluarsa produk pangan yang dikemas. Bisa dibayangkan betapa repotnya industri harus menangani susu, air mineral yang mau dijual jika tidak dilakukan pengemasan.
“Karena itu, pemilihan bahan pengemas harus dilakukan secara tepat, dengan memperhatikan interaksi antara bahan pangan, bahan pengemas dan lingkungannya. Dengan demikian, kerusakan bahan pangan bisa dikendalikan dengan baik pula,” tuturnya.
Secara umum, kemasan pangan juga berfungsi melindungi produk pangan yang dikemas, baik terhadap kerusakan fisik (benturan, gesekan, goresan, dan lain-lain) maupun kerusakan kimia (karena bereaksi dengan oksigen dan air) dari lingkungan. Kemasan pangan juga berfungsi mencegah terjadinya kontaminasi, baik kontaminasi karena mikroorganisme, serangga, binatang pengerat, ataupun bahan-bahan kimia pada produk pangan yang dikemas.
Berdasarkan karakteristik fisiknya, bahan pengemas bisa dikelompokkan menjadi pengemas kaku (rigid), fleksibel atau kombinasinya. Misalnya, kemasan primernya menggunakan bahan pengemas fleksibel dan pengemas sekundernya menggunakan bahan pengemas kaku. Pengemas rigid, bisa berupa kaleng (tin can atau aluminium) maupun gelas. Pengemas fleksibel bisa berupa alu foil dan plastik.
Kata Purwiyatno, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pangan dalam kaitannya dengan kesehatan dan kebugaran tubuh, maka peranan pengemasan pangan pada masa yang akan datang akan semakin penting.
“Jadi, kemasan pangan tidak hanya akan semakin sulit dipisahkan dari proses produksi pangan, tetapi sekaligus juga merupakan satu kesatuan dengan identitas produk pangan, branding dan marketing yang sangat penting bagi bisnis pangan,” katanya.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean