Ini Bedanya Praperadilan Novel dan Komjen BG

Selasa, 05 Mei 2015 – 14:22 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mendukung gugatan praperadilan Novel Baswedan melawan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, atas dugaan telah melakukan penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Langkah tersebut dinilai penting untuk menguji apakah hak-hak Novel sebagai tersangka telah dilanggar atau tidak.  Sehingga dapat menjadi contoh bagaimana seharusnya wewenang praperadilan dijalankan sesuai Pasal 77 UU Nomor 8/1981 tentang KUHAP.

BACA JUGA: Pasek Tak Mungkin Mampu Raih Simpati Kader Demokrat

"Tidak seperti yang ditempuh Komjen Budi Gunawan (BG) saat menggugat penetapan statusnya sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Beliau tidak pernah ditangkap, ditahan, digeledah dan disita harta bendanya. Kecuali rekeningnya dan rekening anaknya diblokade. Artinya, dalam kasus BG menandakan belum terjadi pelanggaran hak-haknya sebagai tersangka," ujar Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI, Suryadi Radjab, Selasa (5/5).

Menurut Suryadi, Novel bersama para penasehat hukumnya perlu membuat perbedaan yang jelas antara pihaknya dengan pihak BG dan para pengekornya yang menggugat wewenang KPK dalam menetapkan mereka sebagai tersangka korupsi dalam tiga bulan terakhir.

BACA JUGA: Bareskrim Garap Tersangka Dugaan Korupsi UPS

Karena praperadilan bukanlah gugatan judicial review yang menjadi wewenang MK dan bukan pula pengadilan pidana, melainkan gugatan untuk menguji apa saja perilaku penyidik terhadap tersangka yang tidak sesuai prosedur hukum (KUHAP).

"PBHI merekomendasikan Komnas HAM aktif memantau jalannya sidang praperadilan nantinya. Langkah ini penting untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan guna menilai apakah proses praperadilan memenuhi standar praperadilan yang fair, terutama dalam kaitannya dengan hak-hak tersangka," katanya.

BACA JUGA: Jokowi Akan Dapat Kehormatan di Kongres Demokrat

PBHI menurut Suryadi, juga merekomendasikan Komisi Yudisial (KY) melakukan pemantauan terhadap seluruh proses praperadilan, supaya dapat memperoleh informasi langsung terkait independensi dan imparsialitas maupun profesionalitas hakim tunggal dalam memimpin persidangan.

"Tidak lupa pula bila Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berminat, kiranya sangat penting memperkuat perspektif hak-hak tersangka bagi Komisi ini. PBHI juga menyarankan supaya utusan Kementerian Hukum dan HAM ikut menyaksikan pelaksanaan praperadilan itu," katanya.

Apa yang dialami Novel dan tuduhan yang melilitnya ketika masih sebagai Kasatserse Polresta Bengkulu, dapat berguna sebagai pelajaran evaluatif tentang perilaku buruk oknum kepolisian terhadap tersangka yang secara tidak langsung diakui Bareskrim telah melakukan “eksekusi cepat” (summary execution) tanpa proses peradilan.

"Dari sini dapat menjadi bahan untuk disampaikan kepada Presiden dalam menghidupkan kembali reformasi Polri," katanya. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Reshuffle Kabinet, Ketua DPR: Presiden Sudah Pegang Catatannya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler