Ini Cara Mencapai Pertumbuhan 5,3 Persen

Minggu, 05 Juni 2016 – 19:13 WIB
Said Abdullah. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Upaya pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 ke DPR pada 2 Mei 2016 lalu menuai sambutan positif.

Meskipun terlihat sangat berhati-hati dalam menyampaikan asumsi makronya, pemerintah tetap menuai apresiasi. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah.

BACA JUGA: Malaysia Bisa, Indonesia Harus Lebih Bisa!

Sikap kehati-hatian pemerintah tercermin dari asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) yang dipatok sebesar USD 35 per barrel . Padahal,  pada Mei 2016, harga ICP mengalami kenaikan cukup tinggi, yakni USD 7,48 per barel dibandingkan posisi April 2016.

ICP pada April 2016 masih berada pada angka USD 37,2 per barel, tapi Mei 2016 melompat menjdi USD 44,68 per barel.

BACA JUGA: Nah Lho...Pak Jokowi Diminta Harus Intens Blusukan

“Seharusnya dari asumsi makro APBN induk USD 50 per barrel maka dalam APBNP 2016 pemerintah berani mematok asumsi USD 40 per barrel. Karena harga minyak saat ini sudah bergerak diatas USD 50 per barrel,” jelas Said, Minggu (5/6).

Selain soal ICP, Said juga melihat defisit pembiayaan yang berubah dari APBN induk 2016 sebesar Rp 372,17 triliun (2,15 persen PDB)  menjadi Rp 313,34 triliun (2,48 persen PDB). Ini artinya, dibutuhkan tambahan utang sekitar Rp 40 triliun untuk menambal selisih kurang penerimaan tersebut.

BACA JUGA: Harga Bawang Merah Sudah Keterlaluan

Menurut politikus Senior PDI Perjuangan ini, menjadi wajar jika kemudian banyak pemotongan belanja kementerian/lembaga ( K/L ). Namun konsekuensinya, pengurangan pengangguran terbuka tidak akan tercapai jika belanja pemerintah sangat terbatas.

 Sebab selama ini, konsumsi pemerintah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi nasional. “Tentu saja pemotongan ini akan berakibat beratnya mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dan tidak akan tercapainya target pengurangan tingkat kemiskinan menjadi 9-10 persen dari yang ditetapkan,” tuturnya.

Sejauh ini, jelas Said, total utang pemerintah mencapai USD 151,31 miliar atau setara 27 persen terhadap PDB. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya 2016 sebesar 26, 8 persen terhadap PDB.

Sementara itu, total utang swasta posisi saat ini USD 164.67 miliar atau total utang luar negeri Indonesia USD 315.98 . Jika diakumulasikan maka total utang pemerintah dan swasta 36,5 persen terhadap PDB atau  masih sangat aman dan tidak menghawatirkan.

Oleh karenanya, jika pemerintah ingin aman dan konsisten untuk mencapai pertumbuhan 5,3 persen tahun ini maka harus berani menaikkan defisit hingga 2,8 persen. 

Sebab hanya dengan ruang fiskal yang relatif melebar bisa memacu gerak perekonomian domestik yang sedang lesu. Pemerintah tidak bisa lagi mengharapkan dari sisi kebijakan moneter yang sangat terbatas dan kurang efektif.

“Kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi mencapai 4, 92 persen maka masih ada waktu dengan dua instrument tadi untuk mencapai pertumbuhan 5, 3 persen yaitu harga minyak ICP USD 40 per barrel dan menaikkan defisit karena sesuai UU maksimal defisit ditentukan sangat prudent yaitu tiga 3 persen terhadap PDB,” tutur anggota Komisi XI DPR ini.

Politikus asal dapil XI Jawa Timur ini menginginkan adanya efektivitas dan efisiensi anggaran yang tepat sasaran. Sebab, penggunaan anggaran tepat sasaran dan bisa mendukung Program Nawacita sebagai implementasi gagasan Trisakti Bung Karno.

"Bila penggunaan anggaran efektif, tentu akan sinkron dengan program pemerintah. Sentralisasi penggunaan anggaran juga harus bisa menyentuh pada kebutuhan masyarakat," tegasnya.

Dia kembali menegaskan, program pro rakyat harus menjadi prioritas. Tantangan globalisasi hanya bisa diatasi dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Sebab, kemiskinan hanya membuat ketidakseimbangan, ketidakadilan dan ketidakstabilan politik," pungkas politikus kelahiran Sumenep, Madura ini. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakin Harga Sayuran tak Naik saat Ramadan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler