jpnn.com, JAKARTA - Local Brand telah menjadi salah satu pilihan dan pertimbangan konsumen dalam negeri untuk berbelanja.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi Local Brand terhadap ekonomi Indonesia mencapai 61 persen dari Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) negara.
BACA JUGA: Memaknai Harkitnas, Nasabah PNM Mekaar Solok Siap Bangkitkan Produk Lokal
Namun dalam perkembangannya, ada sejumlah hal yang masih harus ditingkatkan oleh local brand, khususnya dalam memperluas basis pelanggan.
Hal itu terungkap pada hasil riset terbaru dari Hypefast berjudul “ThinkWithHypefast” pada September 2024.
BACA JUGA: Motor Listrik Gibran Saat Kampanye Ternyata Produk Lokal, Cek Harganya
Sebagai informasi, Hypefast merupakan house of brand berbasis teknologi terbesar di Indonesia.
Melalui riset yang dilakukannya, Hypefast berupaya menyoroti soal preferensi konsumen dalam memilih local brand serta tantangan yang dihadapi local brands.
BACA JUGA: Hypefast Berambisi Menjadikan Noore Terbesar di Asia Tenggara
Hypefast menemukan bahwa 90% responden telah berbelanja local brand pada 3 bulan terakhir. Pada saat bersamaan, 70% responden mengaku secara aktif mencari local brandketika melakukan pembelian dengan 20% selalu memilih local brand, sementara sisanya masih mempertimbangkan local brand.
Preferensi Konsumen dalam Memilih Local Brand
Berdasarkan kategori produk, fashion menjadi yang paling populer lantaran dicari oleh 90% responden.
Peringkat kedua ditempati produk kecantikan seperti perawatan kulit dan kecantikan; disusul produk alas kaki pada peringkat ketiga dengan masing-masing sebanyak 60% dan 50% responden.
Achmad Alkatiri, CEO dan Founder Hypefast mengatakan bahwa pelanggan mendapatkan informasi brand atau produk lokal paling banyak berasal dari media sosial.
Pilihan saluran belanja 98% responden ialah loka pasar atau marketplace.
Walaupun demikian, offline store juga masih menarik di mana 70% responden mengatakan berbelanja secara luring masih menjadi pilihan yang disukai.
Hypefast juga menemukan bahwa hal paling signifikan pada local brand ialah kurangnya pengenalan brand.
Sebanyak 60% responden menyebut hal itu menjadi tantangan utama. Ketidaktahuan konsumen itu kerap menimbulkan keraguan ketika memutuskan berbelanja.
Berangkat dari temuan ini, Hypefast menyoroti adanya masalah kepercayaan pada localbrand yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha saat hendak memperluas basis pelanggan mereka. Pernyataan ini yang juga didukung oleh 60% responden.
Harga yang Kompetitif dan Local Touch Menjadi Keunggulan
Achmad menuturkan, local brand punya keunggulan dari sisi harga yang menurut 85% responden lebih kompetitif. Selain itu, 49% responden menilai local brand lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dia menjelaskan hal ini disebabkan karena local brand dinilai lebih selaras dengan budaya, selera dan tren masyarakat.
Local brand lebih mudah menyesuaikan diri dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan sesuai dengan gaya hidup.
"Sentuhan lokal ini membantu para pelaku usaha terhubung lebih baik dengan pelanggan dengan cara yang sering kali tidak dapat dilakukan oleh brand global atau brand besar," jelasnya.
Dengan memenuhi preferensi dan menyelaraskan produk mereka sesuai dengan keinginan konsumen, local brand di bawah naungan Hypefast dapat berkembang dengan pesat.
Misalnya, Nyonya Piyama dan Koze telah menyesuaikan ukuran pakaian dengan bentuk tubuh konsumen lokal.
Hal tersebut yang kemudian menjadikan mereka sebagai top of mindmasyarakat Indonesia di kategorinya.
Di kategori beauty, salah satu kunci keberhasilan Luxcrime dapat bersaing adalah dengan memperhatikan variasi shades dan warna yang lebih inklusif.
Luxcrime berusaha menciptakan produk yang relevan untuk semua jenis kulit konsumen Indonesia, sesuatu yang sering terlewatkan oleh brand internasional yang tidak sepenuhnya memahami kebutuhan pasar lokal.
Kualitas yang Buruk dan Harga yang Terlalu Mahal Berpotensi Timbulkan Keraguan
Ketika memutuskan membeli produk, pelanggan mempertimbangkan kualitas, harga yang terjangkau dan keunikan produk.
Praktik etis dan dukungan komunitas juga diapresiasi pelanggan. Faktor yang kerap menimbulkan keraguan dalam pembelian ialah kualitas yang buruk terutama jika harga terlalu mahal.
Alasan lainnya ialah desain tiruan, layanan yang buruk dan kurang transparansi serta proses pembelian yang rumit.
"Dari sisi teknis, 45% responden berharap produk lokal bisa meningkatkan kualitasnya untuk dapat bersaing lebih baik lagi dengan produk internasional. Hal ini yang sebaiknya terus diprioritaskan oleh produsen lokal," tutur Achmad Alkatiri. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia