jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) membeberkan manfaat jika wirausaha sosial punya legalitas.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal AHU Kemenkumham Cahyo R Muzhar pada Focus Group Discussion dengan tema Social Enterprise yang merupakan rangkaian kegiatan Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) ke-61 di Bali, Rabu (11/10).
BACA JUGA: Kemnaker Berkomiten Kuat Ciptakan Wirausaha Baru
Cahyo menjelaskan bahwa di negara yang social enterprise-nya sudah memiliki badan hukum, mereka dapat insentif dan fasilitas yang berbeda dari perusahaan umumnya.
Di Indonesia, sudah ada perusahaan yang men-declare sebagai social enterprise, melihat tren ini Ditjen AHU mencoba bagaimana social enterprise bisa dilegalkan.
BACA JUGA: Komunitas Ojol Ganjar Gelar Lomba Memasak Untuk Dukung Peningkatan Wirausaha
Cahyo mengatakan wirausaha sosial memiliki tujuan mulia untuk mengatasi permasalahan kemanusiaan, pendidikan, hingga kesehatan.
Bentuk usaha ini selain berorientasi profit, sebagian keuntungannya juga dialokasikan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Di sisi lain, banyak investor asing yang tertarik untuk berinvestasi, tetapi entitas hukumnya belum ada di Indonesia.
“Kami melihat tren usaha di dunia, di banyak negara terutama negara maju sudah banyak entitas social enterprise yang sejalan dengan funder yang ingin menginvestasikan ke social enterprise,” ujar Cahyo.
Oleh karena itu, Ditjen AHU Kemenkumham tengah mendorong perumusan format anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART) bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. Landasannya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional Tahun 2021-2024.
“Kalau suatu perusahaan deklarasi sebagai social enterprise, apa dasarnya dan kriterianya? Nah, yang kami lakukan adalah membuat format AD-ART khusus untuk social enterprise,” katanya.
Cahyo menegaskan kebijakan yang bisa menguntungkan masyarakat dan negara akan terus didorong. “Segala bentuk kebijakan selama tidak merugikan masyarakat,” ujarnya.
Hal-hal terkait wirausaha sosial memang masih tergolong baru di kalangan pelaku usaha.
Salah satunya diungkapkan oleh Koordinator Pengembangan Program dan Modul Adya Foundation Zeny Natalya. Dalam FGD tersebut, ia mempertanyakan akan seperti apa ekosistem dari social enterprise . Selain itu, bagaimana jika organisasi seperti dirinya belum bisa sepenuhnya menyalurkan 51 persen profit untuk sektor sosial.
Sebagai informasi, berdasarkan Rancangan Undang-undang Kewirausahaan Nasional yang sempat dibahas di DPR RI, kewirausahaan sosial adalah Kewirausahaan yang memiliki visi dan misi untuk menyelesaikan masalah sosial dan/atau memberikan perubahan positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan melalui perencanaan, pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan yang memiliki dampak terukur, dan menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya untuk mendukung misi tersebut.
Pernyataan dan upaya pemerintah tersebut disampaikan dalam kegiatan Youth Forum yang merupakan rangkaian acara Pre-Event dari Pertemuan Tahunan ke-61 Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO).
AALCO yang didirikan pada 1956 merupakan forum kerja sama internasional yang dapat membantu perkembangan 47 negara anggotanya dalam isu hukum.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul