jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mendorong pemerintah segera melaksanakan amanat UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, untuk mencegah penyebaran virus Corona. Di dalam UU itu dijelaskan secara teknis terkait Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
"Pemerintah sudah bisa menerapkan kedaruratan kesehatan karena kejadian yang ada saat ini sudah bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran virus Corona yang membahayakan kesehatan di mana sudah menyebar lintas wilayah atau lintas negara," kata Saleh di Jakarta, Senin (16/3).
BACA JUGA: Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan untuk Tes Virus Corona di Australia?
Di dalam UU itu dijelaskan ada tiga bentuk karantina, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, dan karantina wilayah. Karantina rumah difokuskan untuk mengisolasi yang terinfeksi di suatu rumah tertentu dengan pengawasan ketat. Semua kebutuhannya dipenuhi, termasuk pengobatan dan para medisnya.
"Karantina rumah sakit juga begitu. Hanya saja dilakukan di rumah sakit. Mereka yang sedang dirawat mestinya dijaga sehingga tidak bisa keluar rumah sakit sampai lolos uji dan dinyatakan sembuh," kata politikus PAN ini.
BACA JUGA: Kemendikbud: Cegah Penyebaran Corona, Hindari Upacara Wisuda
Sementara itu, karantina wilayah ini lebih mirip dengan lockdown di luar negeri. Penerapannya memang agak sulit dilaksanakan karena perlu kajian akademis. Termasuk memikirkan agar semua kebutuhan pokok warga dapat dipenuhi selama dilaksanakannya karantina.
Selain itu, mobilitas warga juga harus dikontrol. Jika tidak diperlukan, mereka tidak diperkenankan untuk keluar rumah dan meninggalkan area yang dikarantina.
BACA JUGA: Satu Warga Kabupaten Magelang Positif Corona
“Sekolah dan kampus diliburkan, keramaian dan kerumunan dilarang, para pekerja diminta bekerja di rumah, produksi dan distribusi pangan harus dipastikan aman, aparat kepolisian dan TNI harus menjaga agar warga tertib dan mengikuti semua instruksi pemerintah," kata Saleh.
Karenanya, legislator asal Sumatra Utara ini tetap mendesak agar tindakan ke arah itu harus dipersiapkan. Apalagi saat ini sudah ada gugus tugas yang dibentuk.
"Gugus tugas ini diharapkan dapat melibatkan para ahli dan akademisi untuk menentukan tindakan dan langkah yang terbaik yang harus dilakukan," kata Saleh.
Selain karantina, undang-undang itu juga memberikan alternatif untuk melakukan pembatasan sosial. Walaupun mirip dengan karantina, tetapi pembatasan sosial terkesan tidak begitu ketat.
Bedanya, pembatasan sosial kelihatannya lebih pada upaya membatasi orang-orang melakukan pertemuan dalam skala besar. Termasuk agenda-agenda sosial keagamaan, keumatan, kepemudaan, olah raga, tempat rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
“Dari keempat alternatif itu, sejauh ini belum ada yang dilakukan secara baku. Kalaupun ada pembatasan sosial di daerah, itu justru lebih pada kebijakan kepala daerah. Ini yang mestinya disinergikan dengan kebijakan pemerintah pusat," katanya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam