Ini Penjelasan Presdir BCA Soal Kasus Pajak

Selasa, 22 April 2014 – 16:12 WIB
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (batik biru) bersama direksi BCA saat menggelar jumpa pers di Menara BCA Grand Indonesia, Thamrin, Jakarta, Selasa (22/4). Foto: Yessy Artada/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan secara rinci kasus perpajakan yang dialami perusahaan yang dipimpinnya itu.

Penjelasan ini diberikan terkait ditetapkannya mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) atas dugaan suap permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA.

BACA JUGA: Panglima TNI: Jangan Sampai Alutsista Cagih Tapi Prajurit Gaptek

Jahja menjelaskan, pada tahun 1998, BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun, yang merupakan akibat dari krisis ekonomi yang saat itu melanda Indonesia.

"Berdasarkan UUD yang berlaku, maka kerugian dimaksud dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun," ucap Jahja di Menara BCA Grand Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (22/4).

BACA JUGA: KH Maimun Zubair Tak Hadiri Pleno DPP PPP

Selanjutnya,  sejak tahun 1999, BCA sudah mulai meraih laba, di mana laba fiskal di tahun tersebut tercatat Rp 174 miliar.

Kemudian, berdasarkan pemeriksaan pajak yang dilakukan pada tahun 2002, Ditjen Pajak telah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 sebesar Rp 6,78 triliun. Di dalam nilai tersebut, terdapat koreksi terkait dengan transaksi pengalihan aset.

BACA JUGA: KPK ‎ Bakal Usut Harta Hibah Hadi Poernomo

Termasuk jaminan sebesar Rp 5,77 triliun yang dilakukan dengan proses jual beli dengan BPPN. Hal itu tertuang dalam perjanjian jual beli dan penyerahan piutang No.SP-165/BPPN/0600.

"Ini dilakukan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dalam surat keputusan bersama tanggal 26 Maret 1999," terangnya.

Pria berkaca mata itu juga menjelaskan kalau transaksi pengalihan aset itu merupakan jual beli piutang, namun Ditjen Pajak menilai transaksi tersebut sebagai penghapusan piutang macet.

"Sehubungan dengan hal itu, maka pada tanggal 17 Juni 2003, BCA mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan," imbuh Jahja.

Nah keberatan yang telah disampaikan BCA itu telah diterima oleh Ditjen Pajak dan dinyatakan dalam SK No. KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004.

Mengenai pengajuan surat keberatan BCA tahun 2003 atas Non Perfomence Loan sebesar Rp 5,7 triliun kepada Direktorat PPH, dikatakan Tjahja, kalaupun saat itu tidak ditolak oleh Ditjen Pajak, maka masih tersisa penghasilan yang dapat dikompensasikan sebesar Rp 2,04 triliun.

"Tapi kan sisa penghasilan itu sudah tidak bisa dipakai lagi, karena sudah hangus setelah tahun 2003," tegasnya. (chi/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dalami Kickback dari BCA untuk Hadi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler