SIAPA saja calon kuat yang akan bersaing dalan merebut kursi Ketua Umum PSSI 2015-2019? Selain La Nyalla Mattalitti, Incumbent Djohar Arifin Husin dan Joko Driyono, diyakini belum ada calon lain yang bakal bersaing ketat dengan mereka.
Memang, dari sembilan nama, tiga nama tersebutlah yang disebut-sebut telah mengantongi suara jauh-jauh hari sebelum hari H pemilihan Ketum. Selain mereka, ada Sarman, Subardi, M Zein, Bernhard Limbong, Syarif Bastaman, dan Achsanul Qosasi.
Bagaimana profil tiga calon kuat tersebut? Berikut rekam jejaknya dari beberapa sumber.
1. Djohar Arifin Husin
Djohar Arifin terpilih sebagai ketua umum pada 2011 silam. Di eranya, konflik dan dualisme PSSI terjadi. Itu tak terlepas dari sikap politik Djohar yang main dua kaki, sampai akhirnya meninggalkan pengurus yang mendukungnya saat Kongres dahulu, dan menyeberang ke kubu KPSI.
Di era Djohar, meski berstatus incumbent, dukungan dari para vooter kepadanya cukup minim. Menurut sebagian pengurus klub, Djohar hanya menjadi simbol, Ketua Umum PSSI, alias secara de jure. Secara de facto, dia tak begitu dipertimbangkan. Di kalangan suporter klub, Djohar bahkan disebut sebagai Ketua tanpa wewenang, karena hanya menjadi simbol.
Praktis, melihat prestasi sepak bola Indonesia, banyak pertimbangan yang harusnya membuat para vooter cerdas dalam memilih. Timnas, di era Djohar, dua kali Piala AFF, 2012 dan 2014 gagal, Piala Asia tak mampu lolos ke putaran final.
Di Timnas U-23 pun demikian. SEA Games 2011 dan 2013, dua-duanya hanya berakhir sebagai runner up. Di Asian Games 2014, babak belur di 16 besar.
Di Timnas U-19, baru berhasil menjadi juara pada Piala AFF U-19 2013. Tapi, Timnas itu sejatinya bentukan dari pengurus lama, sebelum Djohar melakukan perombakan besar-besaran pengurus. Setelah perombakan itu, Timnas U-19 justru menurun dan gagal lolos ke Piala Dunia U-20 2015.
Meski demikian, sosok Djohar yang aktif dalam hubungan dengan FIFA dan negara lain, membuat Indonesia semakin dikenal dan membuat Djohar mendapat peran sebagai panitia dalam beberapa kali even dunia yang digagas FIFA. Kecakapannya dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan pengurus negara lain, membuat Djohar terkenal dan bagus di mata negara lain, tapi tidak di dalam negeri.
2. La Nyalla Mattalitti
Sosok Nyalla cukup kontroversial di sepak bola Indonesia. Bukan karena prestasinya, tapi karena kegigihannya berhadapan dengan PSSI. Pengalamannya menjadi Ketua Umum KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia), PSSI tandingan, sampai akhirnya berhasil masuk dalam pengurus perubahan PSSI pasca rekonsiliasi sebagai Waketum, layak diperhitungkan.
Sebagai Waketum PSSI, Nyalla juga rangkap jabatan sebagai Ketua Badan Tim Nasional (BTN), efektif per 2013 silam. Nah, melihat prestasinya, memang belum ada tonggak sejarah yang ditancapkan oleh Nyalla untuk Timnas.
Meskipun, dia mengklaim kesukses Timnas U-19 adalah saat di eranya sebagai ketua BTN, namun sejatinya proses pembentukan U-19 yang berdarah-darah sudah dilakukan sejak 2012, dan 2013 adalah masa panen di level Asia Tenggara.
Di eranya, Timnas senior gagal total di Piala AFF 2014. Tapi, untuk Timnas U-23 di Asian Games, targetnya telah tercapai, yakni lolos dari fase grup. Sayang, di even terakhir, kualifikasi Piala Asia u-23 Maret lalu di Jakarta, asa Garuda Muda gagal untuk menembus putaran final.
Selain prestasi Timnas, target BTN untuk membawa Indonesia menginjak rangking 130 dunia di rangking FIFA pada akhir 2014 lalu, gagal tercapai. Karena itu, target tersebut dicanangkan kembali untuk 2015.
Meski prestasinya tak mentereng, sosok La Nyalla, disebut calon kuat Ketum karena sekitar 30 persen dukungan dari vooter sudah pasti diberikan kepadanya.
"Banyak yang pasti mendukung dia, Apalagi kongresnya digelar di kandangnya (Surabaya) , tentu sangat kuat ke arah pak Nyalla ini," kata pengurus klub asal Jatim yang enggan namanya disebut.
Tapi, pencalonan Nyalla bisa terganggu, andai statusnya berubah menjadi tersangka. Sebab, saat ini dia sedang tersandung kasus di Jatim. Sementara, mereka yang tersandung kasus hukum terbentur aturan di Statuta PSSI untuk tidak mencalonkan diri menjadi Ketum.
3. Joko Driyono
Calon yang baru diperhitungkan namanya setelah lolos banding ke komite pemilihan ini mendadak jadi pembicaraan. Lelaki yang juga Sekjen PSSI sebelumnya menolak berbicara tentang keseriusannya maju sebagai calon Ketum.
Namun, ada dorongan kuat, yang akhirnya membuat syahwat Joko Driyono menjadi Ketum muncul. Lelaki yang sebelumnya disebut wakil ketua Komite Pemilihan Max Boboy tak mengisi formulir kesediaan atau B1 itu, ternyata mengirimkannya via email.
Rekam jejaknya, Joko memang sudah kental dengan pengalaman luar dalam sepak bola Indonesia. Selain CEO PT LI sejak 2009 silam, Joko juga yang menjadi direktur kompetisi PT LI. Dia pernah menjadi manajer klub Divisi Utama, sampai akhirnya menjadi sekjen PSSI.
Tapi secara prestasi, Joko belum membuktikan ketegasannya. Meski PT LI dan ISL merupakan hasil dari buah pikiran Joko Driyono, masalah besar dan mendasar untuk klub profesional masih belum bisa dihilangkan.
Selama menjadi CEO PT LI, Joko belum membuat klub-klub menjadi profesional. Ya, dia belum bisa menghilangkan masalah klasik sepak bola Indonesia, tunggakan gaji. Bahkan, beberapa klub masih menunggak gaji dua tahun lalu dan belum terselesaikan.
Itu karena PT LI belum berani bersikap tegas dengan klub-klub yang mbalelo. Karena itulah, sempat ramai di suporter di media sosial memberikan nama tengah Toleransi, kepada Joko Driyono. Joko "Toleransi" Driyono pada 2014 silam, saat klub-klub yang gagal melakukan pelunasan gaji tetap bisa berkompetisi. (dkk/jpnn)
BACA JUGA: Chelsea Tawar Bintang Timnas Jepang Rp 79 Miliar
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Amankan Gelar Musim Reguler, SM Tetap Ngotot
Redaktur : Tim Redaksi