Inilah 5 Besar Daerah Terkorup

Minggu, 23 Juni 2013 – 23:43 WIB
JAKARTA--Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebutkan ada 5 provinsi di Indonesia yang terindikasi terkorup dalam penggunaan anggaran belanja modal untuk fasilitas umum. Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  di semester II di tahun 2012.

Lima provinsi itu di antaranya Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Maluku Utara.

"Paling tinggi temuan dari provinsi Papua Barat dengan jumlah kasus sebanyak 10 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp 86.7 miliar," kata Koordinator Advokasi FITRA, Maulana dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Minggu, (23/6).

Sementara itu, di Kalimantan Timur terdapat  2 temuan dengan nilai Rp 29,6 miliar. Di Kalsel, terdapat 8 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp 10,8 miliar.

Di Aceh terdapat 18 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp 7,8 miliar. Terakhir di Maluku Utara terdapat 28 temuan dengan nilai Rp 5,7 miliar.

Selain lima provinsi terkorup, FITRA juga mencatat temuan lima kota berindikasi terkorup untuk belanja modal fasilitas umum. Di antaranya Kota Tebing Tinggi sebanyak 6 temuan dengan nilai Rp 4,9 miliar dan Kota Ambon sebanyak 13 temuan dengan nilai Rp 2,4 miliar.

Selain itu, juga ada Kota Denpasar sebanyak 8 temuan dengan nilai Rp 2,1 miliar, Kota Bukit Tinggi sebanyak 4 temuan dengan nilai Rp 2,1 miliar.

"Terakhir Kota Prabumulih sebanyak enam temuan dengan nilai indikasi kerugian sebesar Rp2,09 miliar," ungkapnya.

Untuk wilayah Kabupaten, kata Maulana, juga tercatat lima yang terkorup. Di antaranya Kabupaten Nduga dengan jumlah 8 temuan senilai Rp 89,4 miliar, berikutnya Kepulauan Sula sebanyak 40 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp 55.06, miliar.

Disusul, Kabupaten Wajo sebanyak 5 temuan dengan nilai Rp 25, 5 miliar dan Kabupaten Berau sebanyak 20 temuan dengan nilai Rp 18,7 miliar. Terakhir Kabupaten Kapuas sebanyak 3 temuan dengan nilai Rp15,8 miliar.

Menurut Maulana dari temuan-temuan dugaan kerugian itu kebanyakan berasal dari modus pekerjaan/proyek tidak sesuai kontrak, pemberian jaminan pelaksanaan proyek tidak sesuai prosedur dan denda keterlambatan pekerjaan/ proyek yang belum ditagih atau disetor ke kas negara/daerah.

"Hal ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan lelang pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah," tandas Maulana. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Tak Mau Dipaksa Hengkang dari Koalisi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler