jpnn.com - JAKARTA - Jumlah pesawat udara yang dioperasikan maskapai Indonesia terus bertambah signifikan. Karenanya, bisnis perawatan dan perbaikan pesawat (maintenance, repair and overhaul/MRO) diyakini memiliki masa depan cerah.
Selain itu, pemerintah telah memberikan dua insentif fiskal khusus kepada bisnis bengkel pesawat tersebut. Yakni, pembebasan bea masuk komponen pesawat serta pajak pertambahan nilai yang tidak dipungut untuk sejumlah alat transportasi, termasuk pesawat udara.
BACA JUGA: Dongkrak Nasabah, Mandiri Syariah Sediakan RRB
Menteri Perindustrian Saleh Husin menuturkan, melalui paket kebijakan VIII, pemerintah juga telah membebaskan bea masuk 21 pos tarif komponen pesawat udara. Komponen yang dibebaskan dari bea masuk tersebut masih ditambah empat pos tarif komponen pesawat udara yang sudah dibebaskan pada 2013. ’’Dengan kebijakan itu, industri penerbangan lebih efisien dan berdaya saing,’’ katanya.
Saleh berharap industri MRO nasional lebih berdaya saing dan siap menghadapi persaingan usaha di pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
BACA JUGA: Permohonan AP II Ditolak, Lion Air: Kami Tidak Ingin Ambil Alih
’’Potensi pasar bisnis MRO sangat besar. Tidak heran kalau beberapa pemainnya ekspansi dan investasi. Salah satunya GMF (Garuda Maintenance Facility),’’ ujar dia.
Ketua Umum Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesian (Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association/IAMSA) Richard Budihadianto memprediksi omzet bisnis MRO di Indonesia tahun ini naik 10–12 persen.
BACA JUGA: Perbankan Diminta Sukseskan Program Sejuta Rumah
Tahun lalu omzet bisnis MRO mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. ’’Tahun ini minimal bisa USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun,’’ terangnya.
Target pertumbuhan 10–12 persen disokong dengan terus bertambahnya jumlah pesawat di Indonesia. Target itu juga sesuai dengan pertumbuhan industri MRO dunia yang berkisar 9–10 persen per tahun. ’’Nilai pasar MRO dunia sekitar USD 65 miliar. Terbesar masih di Amerika Serikat yang mencapai USD 26 miliar,’’ ungkap Richard.
Peluang bisnis MRO di Indonesia pun masih terbuka lebar. Alasannya, industri MRO dalam negeri baru bisa menangani 30 persen kebutuhan. Sisanya masih dinikmati industri sejenis di luar negeri, terutama Singapura.
’’Pertumbuhan pasar bisnis ini sangat cepat. Jangan terus dinikmati MRO asing,’’ tandas Richard. (wir/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dispenda Bidik Pengelola Hotel dan Restoran Saat Gerhana Matahari Total
Redaktur : Tim Redaksi