jpnn.com - Barry Room hanyalah bentuk penghargaan kepada Barack Obama yang dianggap masih memperlihatkan jejak karakter didikan Indonesia. Dia biasa tidur di kamar itu tiap kali liburan sekolah ke Jogjakarta.
DWI AGUS, Sleman
BACA JUGA: Ketua DPR: Saya Mendukung Niat Baik Obama
DI salah satu ruangan rumah bergaya Hindies itu, sebagian rekaman masa kecil mantan sosok paling berpengaruh di dunia tersimpan. Ada tempat tidur, kursi, dan kumpulan foto.
”Adanya ruangan itu menunjukkan kepada generasi muda bahwa UGM pernah menginspirasi Barry. Semoga sifat-sifat dia juga bisa menginspirasi generasi muda,” kata Widodo, pengelola Museum Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sleman, kepada Radar Jogja (Jawa Pos Group) kemarin (1/7).
BACA JUGA: Cerita Anies dan Keluarga Bertemu Obama
Barry yang dimaksud Widodo adalah Barack Obama. Di rumah yang dulu ditempati Prof Dr Iman Soetiknjo itulah mantan presiden Amerika Serikat dua periode tersebut sering singgah.
Yakni pada periode 1966–1971, tiap kali masa libur sekolah tiba. Prof Iman masih terhitung paman tiri Obama dari ayah tirinya, Lolo Soetoro.
BACA JUGA: Obama Kagumi Bhinneka Tunggal Ika, Ini Komentarnya
Di Jogjakarta pula, sang ibunda Ann Dunham, seorang antropolog, pernah melakukan penelitian kependudukan bersama Prof Dr Masri Singarimbun.
Rumah tersebut sepenuhnya difungsikan sebagai Museum UGM. Nah, ruangan di rumah itu yang dulu biasa ditempati si Barry –nama kecil Obama– itulah yang kini diubah menjadi Barry Room. ”Sebagai bentuk penghargaan (kepada Obama, Red),” ucap Widodo.
Sayangnya, tidak semua artefak ditampilkan dalam kamar tersebut. Sebab, sebagian besar barang yang ada milik keluarga Iman Soetiknjo.
Terlebih, sepeninggal Iman, keluarganya harus pindah dari rumah itu. Maklum, bangunan tersebut memang merupakan rumah dinas bagi tenaga pengajar UGM.
Ketika Obama ke Jogjakarta pada 28–30 Juni lalu dalam rangkaian kunjungan ke Indonesia, sempat beredar kabar bahwa dia bakal mampir menengok kamar masa kecilnya itu.
Aparat keamanan pun wira-wiri. Tapi, pria kelahiran Honolulu, Hawaii, pada 4 Agustus 1961 tersebut ternyata batal singgah.
Barry Room awalnya tidak masuk grand design Museum UGM. Maklum, Obama memang tidak memiliki peran langsung dalam sivitas kampus Bulaksumur.
Tapi, menurut Widodo, bagaimanapun, UGM dan Jogjakarta turut berperan dalam pembentukan karakter pria penyuka nasi goreng dan es kelapa muda itu.
”Waktu itu Barry Soetoro (Barack Obama) masih muda sehingga belum punya peran langsung. Hanya, sosoknya saat ini sangat mewarnai dan menginspirasi. Sebagai orang Barat, sisi ketimurannya masih sangat kental,” ujar Widodo.
Itu, misalnya, tecermin dari kesederhanaan, keramahan, dan unggah-ungguh pria yang kemarin berpidato di Kongres Diaspora Indonesia di Jakarta tersebut.
”Dalam bersikap, tindak-tanduknya masih mencerminkan didikan Indonesia. Saat datang ke Indonesia dalam beberapa kunjungan, Obama selalu mengingat masa kecilnya,” ungkap dia.
Itu, lanjut Widodo, bisa menjadi inspirasi bagi semua orang yang melihat maupun bersinggungan langsung dengannya.
”Karakter itu bahkan masih terbawa saat dia masih menjabat presiden Amerika Serikat,” katanya.
Latar belakang Obama memang sangat majemuk. Ayah kandungnya seorang pria kulit hitam dari Kenya.
Karena sang ibu –yang berkulit putih– kerap berkeliling dunia untuk melakukan riset lapangan, pria yang terlahir dengan nama Barack Hussein Obama II itu diasuh kakek-neneknya dari pihak ibu di Hawaii.
Sebagian masa kecilnya (1966–1971) dihabiskan di Jakarta setelah ibunya menikah untuk kali kedua dengan pria Indonesia Lolo Soetoro.
Di ibu kota Indonesia itulah Obama mengenal nasi goreng, sate, bakso, es kelapa muda, dan berbagai kuliner tanah air yang terus dikenangnya sampai sekarang.
Nobelis Perdamaian 2009 tersebut bergaul dengan anak-anak kampung di sekitar rumah orang tuanya di Jakarta. Dan sempat pula bersekolah tiga tahun di SD Santo Fransiskus Asisi Tebet. Dilanjutkan ke SD Negeri Menteng 01.
Meski tak mampir, Widodo menilai efek kehadiran Obama di Jogjakarta positif bagi Museum UGM. Semakin membuka mata publik terhadap eksistensinya.
”Sebelumnya adik tiri Obama, Maya Soetoro (buah pernikahan Ann Dunham dengan Lolo Soetoro, Red), juga pernah datang ke sini pada 2013. Tepatnya saat soft opening museum. Waktu itu Maya kagum mengetahui kakaknya memiliki catatan sejarah di UGM,” ujarnya.
Museum UGM terbagi dalam tiga konsep utama. Pertama, sejarah berdirinya UGM. Kedua, tokoh-tokoh yang berjasa atas pendirian UGM.
Ketiga, jati diri UGM, beragam penelitian, serta pemikiran para tokoh nasional yang telah berjasa dalam proses berdirinya UGM.
”Tokoh internal yang berperan bagi nasional maupun internasional di antaranya Sardjito, Notonagoro, T. Jacob, Mubyarto, Hardjoso, Koesnadi Hardjosoemantri, dan Herman Johannes,” paparnya. (*/yog/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Obama Masih Teringat Bemo dan Becak
Redaktur & Reporter : Soetomo