Inilah Kasus-kasus Penistaan Agama dan Cara Penyelesaiannya

Kamis, 03 November 2016 – 07:12 WIB
Kitab Suci Alquran. Ilustrasi Foto: Lombok Post/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) ikut menyoroti rencana aksi massa 4 November.

Kepala Balitbang Kemenag Abdul Rahman Mas’ud mengatakan, patokan pemerintah terkait tudingan penistaan agama merujuk pada UU 1/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS).

BACA JUGA: Makassar Kirim 3.000 Massa, Garut 27 Bus

Menurutnya yang beredar sekarang ini berawal dari politisasi ayat-ayat Alquran. Yakni terkait dengan orang nonmuslim tidak boleh jadi pemimpin.

Menurutnya, ketentuan itu rentan dipolitisir. Sebab baginya ketentuan itu tidak terkait dengan posisi kepala daerah atau pemerintahan.
 
Menurut Mas’ud kasus politisasi ayat Alquran juga sempat ramai ketika Pilpres 2004 lalu.  Waktu itu Surat An Nisa ayat 34 yang artinya kaum laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan, memanaskan gelaran pilpres.

BACA JUGA: Pasukan Asmaul Husna Ide Jenderal Tito

Ayat itu dipolitisir, Megawati Soekarnoputri digoyang bahwa perempuan tidak boleh jadi pemimpin.
 
’’Ar-rijalu qowwamuna ‘alan nisa’ itu lebih pada keluarga. Yakni seorang suami itu bertanggung jawab keluarganya nanti akan masuk neraka atau surga,’’ jelas dia.

Mas’ud berharap jangan ada lagi politisasi ayat-ayat Alquran dalam setiap agenda politik.
 
Terkait dengan penistaan agama, tim Balitbang Kemenag juga sudah menangani banyak kasus. Secara garis besar penanganan kasus penistaan agama itu ada tiga jalan. Yakni mediasi, pidana atau pengadilan, dan keluarnya surat keputusan bersama (SKB).
 
Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang Kemenag Abdul Jamil Wahab mencontohkan sejumlah kasus penistaan agama yang berujung mediasi.

BACA JUGA: Siapa Penunggang Gelap Aksi 4 November? Ryamizard Bilang...

Diantaranya adalah kasus Gus Jari, warga Jombang, Jawa Timur yang mengaku sebagai nabi akhir zaman.
 
Kemudian juga kasus solat dua bahasa ala Yusman Roy yang sempat menghebohkan Malang, juga berujung mediasi.

Kemudian kasus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) juga berujung pada mediasi. ’’Dulu orang LDII menganggap orang lain itu najis. Sekarang sudah tidak lagi,’’ kata Jamil.
 
Kasus penistaan agama juga ada yang berujung putusan pengadilan. Seperti kasus Tajul Muluk dari Sampang yang dipidana karena tindakan penodaan agama.

Kemudian juga kasus penistaan agama oleh Ahmad Musaddeq yang mengaku nabi diganjar kurungan empat tahun.

’’Penistaan agama Lia Eden juga berujung vonis,’’ katanya. Jamil mengatakan di dalam KUHP Pasal 156-a dijelaskan terkait pidana penistaan agama.
 
Lalu kasus penistaan agama yang berujung keluarnya SKB tertuju pada Gafatar dan Ahmadiyah. Di dalam SKB itu kedua gerakan yang sudah menyebar di Indonesia diputuskan untuk dibatasi.

Diantaranya bagi Ahmadiyah, dilarang menyiarkan ajarannya di muka umum. (and/c14/ayi/sam/jpnn)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... WNI di Luar Negeri Juga Sumbang Aksi 4 November


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler