jpnn.com - Wilayah Ciamis, Jawa Barat, tergolong daerah paling parah terdampak guncangan gempa. Dari keseluruhan 2.935 unit rumah rusak, 560 di antaranya berada di Pamarican. Warga pun diungsikan ke masjid.
SAHRUL YUNIZAR, Ciamis
BACA JUGA: Kiper Persib Nyaris Jadi Korban Gempa
LEPAS pukul 10 malam, seperti biasa, tak ada kegiatan lagi di rumah Aco Darsono. Dia dan keluarga pun terlelap. Namun, guncangan membangunkan mereka pada Jumat tengah malam (15/12) itu.
Dengan segera Aco dan keluarga sadar ada gempa. Tentu saja yang pertama dia lakukan ialah menyelamatkan keluarga. Tapi, setelah itu giliran warga yang harus dia beri perhatian. Meski rumahnya rusak parah.
BACA JUGA: Menginap di Puncak, Indra Bekti Ikut Merasakan Gempa
Pria 60 tahun tersebut punya tanggung jawab sebagai ketua RW di RW 03, Dusun Ciparakan, Desa Sukahurip, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. ”Saya langsung keliling. Memang banyak sekali yang rusak,” terang dia.
Angkanya sampai tidak bisa dihitung jari. Yang pasti, puluhan bangunan sudah dia laporkan terdampak cukup parah. Angkanya lebih dari 45 rumah di satu RW.
BACA JUGA: Baru Tiba Purwakarta, Vega Darwanti: Terasa Banget Gempanya
Pamarican memang menjadi wilayah di Jawa Barat (Jabar) yang paling parah terkena dampak gempa yang mengguncang selatan Jawa –berkekuatan 6,9 skala Richter– Jumat malam lalu itu. Rumah Aco bisa menjadi sampel.
Meski atapnya tidak ambruk, nyaris seluruh dindingnya retak. Sebagian bahkan sudah jebol. Mulai bagian samping sampai belakang. Hancur total. Tidak bisa dan tidak layak lagi ditempati.
Kondisi itu pula yang memaksa BPBD Ciamis melarang Aco dan keluarga tinggal di rumah. Mereka khawatir atap yang masih berdiri ikut ambruk.
Alhasil, mau tidak mau dia mesti ikut mengungsi. Untuk sementara Aco bersama keluarga tidur di Masjid Al Hidayah.
Selain paling dekat dengan rumah, masjid tersebut dijadikan BPBD Ciamis sebagai posko pengungsian. Di sana ada dapur umum dan pos pelayanan kesehatan. Pusat logistik dan tempat penerimaan bantuan juga ada di lokasi itu.
Ketika Jawa Pos menyambangi Kecamatan Pamarican Minggu siang (17/12), selintas memang tidak tampak ada kerusakan bangunan. Di sisi kiri maupun kanan jalan menuju Dusun Ciparakan, misalnya, tidak tampak bangunan rusak.
Tapi, pemandangan langsung berubah begitu masuk gang dan permukiman warga. Bukan hanya rusak, yang terlihat adalah rumah-rumah ambruk. Bahkan, ada yang sudah dikelilingi garis polisi dan tidak boleh disentuh sama sekali.
Rumah tersebut tidak lain adalah milik Irin Ridwanto, warga berusia 51 tahun yang saat ini terpaksa menumpang di rumah orang tuanya.
Bagaimana tidak, pascagempa, dia dan keluarga hanya sekali diizinkan keluar masuk rumah. Yakni untuk menyelamatkan surat dan barang berharga. Alasannya tidak lain demi keselamatan. ”Alhamdulillah sudah semua,” katanya.
Maklum, satu kali guncangan lagi, rumah Irin bisa jadi sudah rata dengan tanah. Bayangkan bila ada orang di dalamnya.
Akibat langkah tegas tersebut, Irin kini harus memikirkan nasib tempat tinggalnya. ”Sampai sekarang (kemarin) belum ada kepastian,” kata dia pelan.
Irin berharap besar bantuan pemerintah segera turun. Dengan demikian, dia bisa segera memulai renovasi dan kembali menempati rumah kesayangannya bersama istri dan anak-anaknya.
Aco dan Irin hanya sampel dari ratusan warga Kecamatan Pamarican lainnya yang turut terdampak gempa.
Dari total 560 rumah rusak, masih ada 82 rumah lain yang terdata mengalami rusak berat, 125 rusak sedang, 227 rusak ringan, dan 124 belum teridentifikasi.
Setidaknya data tersebut masih berlaku sampai Sabtu tengah malam lalu. Hingga saat ini petugas masih terus bekerja. Mendata setiap bangunan rusak.
Yang pasti, jumlah 560 rusak di satu kecamatan adalah yang terbanyak. Bukan hanya di Kabupaten Ciamis, tapi juga di seluruh wilayah kabupaten dan kota di Jabar yang terdampak gempa. Mengutip data terakhir BNPB, secara keseluruhan tidak kurang dari 2.935 unit rumah yang rusak.
Tidak heran, khusus untuk Pamarican, BPBD Ciamis membuat posko. Sebab, bukan hanya ratusan rumah yang rusak, warga yang terdampak pun cukup tinggi. Menurut data terakhir, tidak kurang dari 200 warga mengungsi. Sisanya tinggal di rumah kerabat dan saudara.
Untung, tidak ada korban jiwa maupun korban luka di kecamatan tersebut. Malah, korban jiwa terdata ada di Dusun Desa, Desa Gunungsari, Kecamatan Sadananya.
Desa yang termasuk salah satu desa tangguh bencana. ”Sudah sejak enam bulan lalu jadi desa tangguh bencana,” ucap Kepala Dusun Desa Enjang Heriyanto.
Kalaupun tetap ada korban jiwa dan korban luka, penyebabnya adalah gempa terjadi tengah malam. Jadi, meski penyuluhan dan sosialisasi telah diberikan, banyak warga yang sudah lelap tidur.
Sehingga langkah antisipasi gempa yang sudah disampaikan maupun dilatihkan tidak seluruhnya terimplementasi.
Menurut Enjang, edukasi yang diberikan kepada masyarakat sudah baik. Hanya masih perlu dilakukan secara lebih sering dan terus-menerus.
Tujuannya, masyarakat benar-benar paham dan siap ketika gempa terjadi. (*/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa Besar Robohkan Rumah Warga Garut
Redaktur & Reporter : Soetomo