jpnn.com, JAKARTA - Tidak semua orang berkesempatan menginjakkan kaki di Gedung DPR/MPR/DPD untuk menyaksikan secara langsung sidang tahunan yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
Namun, beberapa orang warga dari luar Jawa, akhirnya bisa mendapatkan kesempatan bersejarah tersebut.
BACA JUGA: Pendiri Bangsa Tak Mengajarkan Kedengkian dan Dendam
“Saya bersyukur dan merasa senang bisa melihat Sidang Tahunan MPR secara langsung,” ujar salah satu warga, Jopi Bee.
Pria kelahiran Kabupaten Tomohon, Sulawesi Utara, 20 Desember 1985, itu lebih lanjut tidak menyangka bisa sampai di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta.
BACA JUGA: Jeng Ayu Optimistis Menang Lomba Pustakawan Terbaik Nasional
“Sungguh sangat menyenangkan,” tambahnya.
Alumni Universitas Kristen Tomohon itu sebelumnya melihat acara sidang tahunan di televisi.
BACA JUGA: Siti Fausiah Bagikan Langsung Informasi MPR Saat Sidang Tahunan
“Kalau di televisi hanya visual, sedang di sini sangat luar biasa,” paparnya.
Jopi adalah pegawai di Puskemas Lirung, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Latar belakangnya sebagai seorang lulusan farmasi mengantarkan dirinya menjadi pegawai di Puskemas Lirung.
“Di Puskesmas saya sebagai administrasi obat dan peralatan kesehatan,” ungkapnya.
Jopi bisa datang ke Jakarta karena terpilih sebagai seorang Farmasi Teladan. Dirinya terpilih setelah melalui seleksi di tingkat kabupaten dan provinsi.
“Saya terpilih setelah mampu menjadi motivator di daerah,” paparnya.
Sebagai warga yang tinggal di wilayah kepulauan, apalagi jauh dengan Ibu Kota Sulawesi Utara, Manado dan Ibu Kota Negara Jakarta, pasti banyak kendala yang dihadapi Jopi.
“Naik kapal laut dari Manado sampai Talaud memerlukan waktu satu malam,” ungkapnya.
Dia menyatakan sebagai penduduk yang jauh dari Jakarta membuatnya sulit menyampaikan aspirasi kepada anggota MPR/DPR/DPD.
Meski diakui pembangunan di Talaud baik tapi tetap perlu ditingkatkan.
“Transportasi baik tapi jalan perlu diperbaiki,” ungkapnya. Diakui dirinya sudah merasa betah di Talaud, “karena membangun daerah,” paparnya.
Rasa syukur dan bahagia ketika melihat sidang tahunan secara langsung juga diungkapkan Camat Toa Paya, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Riang Anggraini.
“Saya bersyukur dan bahagia,” ujarnya.
Dia mengaku ini kesempatan langka yang bisa dialami. Bagi perempuan kelahiran Desa Lirik, Indragiri Hulu, 24 Februari 1983, di Gedung MPR/DPR/DPD, dia tidak hanya bisa melihat sidang secara langsung namun bisa berkenalan dengan camat dan teladan lainnya.
“Rasanya beda dengan melihat di televisï,” ungkapnya.
Alumni STPDN, Jatinagor, Sumedang, Jawa Barat, itu menjabat sebagai camat baru setahun.
Penduduk di kecamatan yang dipimpinnya mencapai 11.000 jiwa.
“Terdiri dari beragam etnis,” paparnya.
Dia bangga di wilayahnya biaya sekolah dan kesehatan tak dipungut biaya alias gratis.
Soal transportasi, Riang menyatakan wilayahnya berhimpit dengan Ibu Kota Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, sehingga akses lapangan terbang dekat.
Dia optimis pembangunan di wilayahnya maju sebab Kabupaten Bintan kaya dengan daerah wisata.
“Ada wisata pantai, Lagoi,” ungkapnya. “Di Toa Paya sendiri ada eko wisata,” tambahnya.
Semangat untuk datang ke Gedung MPR/DPR/DPD, juga terpancar dari Sugeng Yuniarso.
Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 22 Juni 1963, itu adalah seorang transmigran teladan.
Dia berhasil lolos seleksi transmigran teladan di Provinsi Kalimantan Utara.
Sugeng melakukan transmigrasi pada 2013 lalu. Oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, ditempatkan di Desa Sei Manggaris, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Di daerah yang berbatasan dengan Malaysia itu, dia mendapat rumah, seperangkat alat pertanian, dan ladang seluas tiga hektar.
“Saya mengikuti transmigrasi agar mengembangkan kehidupan yang lebih baik,” ungkapnya.
Sebagai seorang petani sawit, dia mengungkapkan hasil panennya bisa dipetik dua minggu sekali.
Dari tiga hektar ladang yang dimiliki, diperoleh panen sawit sebesar 6 ton. Harga per kilonya Rp1.100.
Jadi dalam dua minggu sekali dia memperoleh Rp6.600.000.
Sebagai seorang transmigran, dia mengaku merasa terhormat dan bangga bisa mengembangkan wilayah desa.
Sebagai transmigran di daerah yang terpencil, apalagi dekat dengan Malaysia, Sugeng mengakui masih banyak kendala hidup yang dialami.
“Transportasi, telekomunikasi, dan air bersih masih susah,” ujarnya.
Tak hanya itu, meski kebutuhan sembako tersedia tapi harganya dua kali lipat dibanding dengan harga di Jawa.
“Mahalnya harga sembako karena biaya transportasi mahal,” katanya. “Sebagian ada yang didatangkan dari Malaysia,” tambahnya.
Saat ditanya bisa melihat sidang tahunan secara langsung, pria yang memiliki empat anak itu mengaku sangat bangga.
"Bangga dan senang bisa berkunjung ke sini (Gedung MPR/DPR/DPD). Bisa melihat secara langsung lebih puas,” tambahnya.
Bangga dan senang melihat secara langsung sidang tahunan, juga diungkapkan oleh peserta Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR Tahun 2017 dari SMAN 1 Soe, Nusa Tenggara Timur.
Salah seorang siswanya, Sara Lenggu, mengatakan senang luar biasa bisa datang ke sini.
“Bisa menjadi motivasi,” paparnya. Apa yang dikatakan itu disahut oleh temannya dengan mengatakan,
“Mudah-mudahan nanti kami bisa menjadi wakil rakyat sehingga bisa ikut sidang," ujar mereka. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Caranya Agar Menjadi Tuan di Negeri Sendiri
Redaktur & Reporter : Natalia