Inilah Penyebab Puluhan Manusia jadi Santapan Buaya di NTT

Minggu, 17 Mei 2015 – 06:38 WIB
Ilustrasi. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - SEJAK 2011 hingga 2015 sudah 17 nyawa melayang karena keganasan buaya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, tak terhitung berapa orang yang terluka karena diserang hewan buas tersebut. Walau sudah banyak korban, hingga kini belum ada solusi. Berdasar pendapat ahli, buaya kian ganas karena habitanya mulai terganggu. 

Berdasar catatan Timor Express, korban keganasan buaya di NTT mulai terjadi pada Desember 2011 lalu. Kasus ini terjadi di Kabupaten Lembata. Korbannya adalah Antonius Boli Wolor. Korban terakhir adalah Filipi de Araujo. Kasus ini terakhir ini terjadi di Noelbaki, Kabupaten Kupang, 9 Mei 2015. 

BACA JUGA: Tamat Sekolah 3 Tahun Lalu, Tapi Ikut Perayaan Kelulusan, Diciduk Polisi Deh…

Dari 17 korban meninggal tersebut, paling banyak terjadi di Kabupaten Kupang, Malaka, Kota Kupang, Lembata dan Rote Ndao. Khusus untuk Kota Kupang terjadi dua kasus, masing-masing terjadi di Pantai Namosain dan Pantai Lasiana. 

Maraknya kasus keganasan buaya ini membuat masyarakat mulai resah. Apalagi, buaya sudah mulai masuk ke area wisata. 

BACA JUGA: Kompetisi Tidak Jelas, Persiba Panggil Semua Pemain

Berdasar data dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) NTT, di wilayah tersebut terdapat lima habitat buaya. Yakni di Reo (Ngada), Maubesi (Malaka), Manipo (Kabupaten Kupang), Noelmnia (TTS) dan Walakiri (Sumba Timur). Spesis buaya yang hidup di NTT adalah buaya muara atau lebih dikenal dengan istilah Latin Crocodylus Porosus. Ini adalah spesis terganas.

Ahli Reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hellen Kurniati mengatakan buaya muara mempunyai tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Buaya ini bisa hidup di air asin dan air tawar. Daerah jelajahnya di laut, hulu sungai, pantai berpasir halus, hutan bakau dan sungai berair tawar. "Jadi daerah jelajahnya sangat luas," ujarnya. 

BACA JUGA: Alamak... Kecanduan Judi Online, Remaja Curi Tabung Gas

Setiap buaya muara dewasa yang hidup di alam mempunyai daerah teritorial yang menjadi daerah kekuasaannya. Daerah teritorial tersebut umumnya tempat mencari makan, berjemur diri, kawin dan membuat sarang untuk bertelur. Salah satu penyebab buaya berjelajah ke daerah lebih luas adalah kurangnya makanan di daerah teritorialnya, seperti ikan, mamalia kecil dan burung. 

Khusus untuk mangsa, menurut Hellen, makin besar tubuh buaya, maka mereka akan mencari mangsa yang lebih besar. Salah satu mangsanya adalah manusia. Sifat berburu mangsa pada buaya adalah menunggu dan mengamati. "Jadi manusia yang umumnya menjadi mangsa sedang tidak banyak bergerak, seperti sedang mencuci, mandi, buang air di tepi sungai, atau sedang memancing," kata Hellen. 

Hellen juga mengingatkan bahwa buaya jarang terlihat oleh mata manusia. Buaya adalah tipe pemburu yang diam. Ia bergerak diam-diam namun cekatan dalam menyerang mangsa. Ia bahkan bisa melompat dengan sangat cepat sejauh tiga meter dari dalam air. 

Buaya muara yang super agresif itu tak hanya di pantai atau sungai, ia bisa saja merambat ke badan air lainnya seperti selokan atau kolam yang tertutup semak-semak dan lain-lain. 

"Buaya dapat melakukan perjalanan darat untuk menyeberang dari satu badan air ke badan air yang lain. Buaya berukuran besar bisa mengelabui manusia dengan berendam di dalam air pada kedalaman hampir 30 centimeter selama lebih dari satu jam," katanya. 

Salah satu penyebab buaya rajin ke tepi pantai adalah adanya bangkai hewan atau ikan. Menurut Hellen, buaya sangat tertarik dengan bangkai ikan yang dibuang sembarangan, apalagi dekat dermaga atau tempat orang beraktifitas. "Bangkai harus dibuang atau dikubur di tempat yang jauh dari perairan," kata Hellen. 

Selain itu, Hallen juga melarang warga untuk membuang isi perut ikan dari perahu atau dermaga ke dalam air. Menurutnya, membuang isi perut ikan atau umpan yang tidak terpakai ke dalam air secara cepat akan menarik buaya untuk mengais buangan tersebut. Atau mungkin buaya lebih tertarik menyerang manusia. 

Menurut Hellen, berdasar hasil penyelidikan membuktikan bahwa ketika buaya telah berhasil menyerang dan membunuh korban di sebuah wilayah, yang mana tempat itu dikunjungi orang setiap hari, biasanya buaya tersebut akan kembali lagi untuk mengulangi serangan tersebut. 

"Jadi pembangunan pembatas sederhana, papan peringatan atau penghalang dari kayu diperlukan untuk memberikan peringatan dan perlindungan kepada manusia untuk mencegah tragedi yang berulang," saran peneliti LIPI itu. 

Sementara itu, Dadang Suryana dari BBKSDA NTT mengatakan, daerah-daerah potensi habitat buaya di Timor adalah hutan bakau Maubesi di Kabupaten Malaka, TWA Manipo di Kabupaten Kupang, muara Noelmina di perbatasan Kabupaten Kupang dan TTS dan muara Nunkurus di Kabupaten Kupang. 

Selanjutnya terdapat di Waingapu di Sumba Timur dan di Reo di pantai utara Ngada. "Beberapa tahun terakhir juga kita lihat buaya sering muncul di daerah pesisir Pantai Nunkurus, Pantai Merdeka, Kelapa Tinggi, Manikin, Lasiana, Oeba dan Ketapang Satu," sebut Dadang.

Menghadapi kasus-kasus buaya tersebut, BBKSDA NTT melakukan sejumlah upaya setelah mendapatkan laporan dari masyarakat. BBKSDA juga membentuk unit penanganan satwa serta menyiapkan peralatan khusus untuk penanganan buaya. 

"Kita juga langsung respon laporan masyarakat dengan mendatangi langsung lokasi. Di lokasi-lokasi tertentu kita pasang papan peringatan," ujar Dadang. (sam/ito)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alamak... Wisatawan Ini Tewas saat Bodi Rafting di Sungai Green Canyon


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler