jpnn.com - Polusi udara yang semakin meningkat menjadi masalah utama masyarakat Indonesia. Tidak hanya karena sebaran CO2 dari pembuangan kendaraan dan asap pabrik, tetapi juga kebakaran hutan. Masalah inilah yang mendasari Sabila Yasira dan Sasi Kirana Fadiya membuat alat sederhana untuk mengubah CO2 menjadi O2 dalam waktu singkat.
Mesya Mohamad, Bandung
BACA JUGA: Smart Platform, Inovasi Anak Bangsa dalam Pencarian SDM Unggul
SEJATINYA alat pemurni udara sudah ditemukan Pusat Teknologi Lingkungan - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTL-BPPT). Alat pemurni udara atau sistem Fotobioreaktor adalah reaktor yang dirakit dari bahan tembus pandang semisal akrilik yang dilengkapi dengan instalasi suplai media dan emisi gas untuk mengkultur mikroalga yang bertujuan penangkapan atau penyerapan gas CO2.
Dalam penerapannya, fotobioreaktor tersebut memanfaatkan mikroalga seperti Chlorella sp seperti yang sudah diterapkan oleh PTL-BPPT.
BACA JUGA: Kemnaker-LIPI Komitmen Tingkatkan Inovasi Produktivitas dan Wirausaha
Namun, alat tersebut terbilang mahal. Oleh Sabila dan Sasi, dua siswa kelas 10 SMA SPK Pribadi Bilingual School Bandung, dibuat alat yang lebih sederhana dan murah meriah. Bahan utamanya adalah Alga yang bisa ditemukan di persawahan.
Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki "organ" seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya).
Yang menarik, meski sederhana, alat ini bisa ditempatkan di ruang bawah tanah seperti terowongan MRT untuk pemurnian udara.
"Alat yang kami buat jauh lebih murah daripada alat pemurni udara yang sudah ada. Alat kami ini menggunakan bahan-bahan murah tetapi efeknya setara dengan alat pemurni yang ada," kata Sasi saat ditemui di Pribadi Festival 2019, Sabtu (23/11).
Sabila menceritakan, ide membuat alat pemurni udara ini muncul karena melihat masalah kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya makin lama kian parah. Akibat kebakaran ini tentunya memengaruhi oksigen. Kualitas udara bersih jadi barang yang mahal.
Sebab, tanpa ada kejadian karhutla saja, udara ini pencemarnya sudah banyak. Miisalnya kegiatan manusia, asap kendaraan, pembakaran sampah, asap pabrik, asap rokok dan lainnya.
"Biasanya karbon dioksida itu diserap oleh tumbuhan, mereka mengolahnya menjadi glukosa dan melepaskan O2 (oksigen)," terangnya.
Sasi melanjutkan, karena ada penebangan hutan, jumlah karbondioksida yang diserap oleh hutan jadi berkurang sehingga infrared (cahaya inframerah dari matahari) yang dipancarkan ke bumi harusnya dipancarkan kembali ke angkasa. Namun saat ini balik lagi ke bumi yang menyebabkan suhu bumi panas, global warming.
"Jadi apa yang bisa kami lakukan paling tidak mengurangi dampak pemanasan global dengan alat biofotoreaktor," ucapnya.
Karena alat ini mengubah karbondioksida menjadi oksigen, Sabila menjelaskan, diharapkan mampu mengurangi pemanasan global. Selain itu juga setiap satu inti sel Alga Chlorella ini bisa berfotosintesis sendiri.
"Jadi alat ini menyedot udara yang ada di lingkungan luar kemudian disedot masuk melalui eorator agar masuk ke dalam alat. Sudah dipastikan udara yang kotor atau tercemar bisa masuk ke dalam yang nantinya diubah (difotosintesis) oleh Alga Chlorella ini menjadi oksigen," jelas Sabila.
Alat ini bisa ditaruh mana saja meski ruangannya tak ada sinar matahari, karena dari hasil penelitian keduanya, ternyata tidak semua spektrum cahaya yang dibutuhkan untuk fotsosintesis tumbuhan. Melainkan hanya spektrum cahaya merah dan biru yang mendorong agar tetap terjadi fotosintesis di ruangan yang tidak terkena sinar matahari.
Karenanya di alat ini proses fotosintesis didorong dengan cahaya warna merah dan biru. Begitu udara luar masuk ke dalam alat ini maka secara otomatis tumbuhan Alga ini akan mengubahnya menjadi oksigen segar dalam ruangan tersebut. Prosesnya pun juga cepat. Alga Chlorella bisa menyerap 50 persen CO2 dan menghasilkan 15 persen O2.
"Bukan cuma O2 saja yang didapatkan dari alat ini tetapi juga ada hasil lain yakni biomassa yang bisa digunakan untuk membuat bahan makanan tambahan, pakan budidaya, kosmetik, dan juga biofuel," tambah Sasi.
Baik Sabila maupun Sasi berharap, hasil riset yang mereka lakukan sebulan ini bisa bermanfaat bagi masyarakat. Mengingat alat yang mereka bikin sangat murah dan bisa digunakan dalam skala besar.
Muhammad Budiawan S.Si, projects counselor, menjelaskan, kegiatan ilmiah anak-anak di SPK (Satuan Pendidikan.Kerja sama) Pribadi Bilingual School didasari moto 'semua berawal dari masalah.
Semua siswa diajarkan untuk mencintai sains kemudian hasil risetnya dipamerkan dalam Pribadi Festival. Dan, nantinya dipersiapkan untuk mengikuti berbagai lomba di tingkat nasional maupun dunia.
Seperti yang dilakukan Sabila dan Sasi memecahkan masalah pencernaan udara akibat karhutla. Menurut prediksi luar negeri jika deforestasi terjadi seperti saat ini (pola kebakaran hutan dan penebangan hutan) hingga saat ini maka kalimantan akan kehabisan hutan pada 2022. Akibat dari karhutla adalah ISPA dan banyak bayi pneumonia lainnya.
"Anak-anak kemudian berpikir bagaimana kalau menciptakan sistem yang lebih efektif dari pohon untuk mengubah CO2 menjadi O2. Nah salah satu solusinya adalah dengan menggunakan mikroalga, Chlorella. Alga ini kalau diberi cahaya merah biru akan menghasilkan oksigen melalui fotosintesis. Alga ini banyak ditemukan di sawah yang menghijau, jadi murah meriah," beber Budiawan yang juga Kepsek SMP SPK Pribadi.
Ke depan, lanjutnya, alat semacam ini akan dibuat untuk terowongan MRT, yang tidak terjangkau sinar matahari. Juga di stasiun luar angkasa. Bahkan juga di apartemen, bisa dipasang selama 12 jam sehari atau sesuai kebutuhan sehingga menghasilkan oksigen yang bersih. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad