Inpres Dinilai Masih Belum Fokus

Senin, 02 Januari 2012 – 10:30 WIB

JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy, menegaskan bahwa segala upaya pemberantasan korupsi harus didukung. Ia mengapresiasi dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2011 dengan harapan dapat melakukan percepatan pemberatasan korupsi. "Semoga bukan sekedar pencitraan atau basa-basi," kata Aboebakar, Senin (2/1), di Jakarta.

Kendati demikian, ia menilai inpres tersebut masih kurang fokus. Menurut dia, sebanyak 106 rencana aksi yang ditargetkan serta koordinasi delapan lembaga menunjukkan inpres ini masih belum fokus. "Saya kira pemberantasan korupsi harus dimulai dari aparat penegak hukum itu sendiri, bukankah kita harus menyapu dengan sapu yang bersih," kata politisi PKS, itu.

Dijelaskan dia, catatan di tahun 2011 masih banyak hakim, jaksa ataupun polisi yang bermasalah dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, tak terkecuali juga KPK. Tentu akan sulit dilakukan pemberantasan korupsi bila masih banyak oknum yang bermain. "Ini juga indikasi kegagalan pemberantasan mafia hukum di Indonesia," katanya.

Dia menilai, target indeks persepsi korupsi 5.0 pada tahun 2014 juga terlalu optimistik, dan lebih cenderung populis. Tahun kemarin saja, ucapnya,  capaian cuma 0,2 dari IPK 2,8 naik menjadi 3,0. Memang tidak ada salahnya memasang target tinggi dalam kenaikan IPK, namun seharusnya target tersebut seharusnya realistis. "Jangan sampai kelihatan sekedar upaya pencitraan belaka," tegasnya.

Perlu diperhatikan, bahwa sebenarnya inpres hanya sekedar instrumen hukum belaka, untuk melakukan pemberantasan korupsi diperlukan budaya hukum yang mendukung. "Oleh karenanya keteladanan kepemimpinan akan sangat berpengaruh pada proses pemberantasan korupsi," paparnya.

Sederhananya, sambung dia, bila atasan tidak korupsi, nisacaya PNS muda tak akan sampai punya rekening gendut. Keberanian para PNS muda ini tentunya didorong dengan keteladanan yang diberikan oleh atasan mereka. "Jadi inpres pemberantasan korupsi harus diikuti dengan keteladanan kepemimpinan dalam pemberantasan korupsi," jelasnya.

Dia juga berharap  2012 pemberantasan korupsi bisa lebih fokus pada persoalan pertambangan dan perkebunan. Banyaknya sengeta perijinan dan tata guna lahan merupakan indikasi kuat adanya praktik suap dalam penerbitannya. Dampak praktik koruptif penerbitan ijin usaha dan penggunaan lahan pertanahan terasa sangat luas. Lihat saja sengketa perijinan pada kasus mesuji ataupun Bima, dampaknya sangat luar biasa.

"Karenanya perlu ada pemeriksaan tentang ada tidaknya praktik suap dalam penerbitan perijinan yang akhirnya bersengketa tersebut," katanya. Di sisi lain, ia menambahkan,  persoalan pajak dan bagi hasil pertambangan harus dievaluasi ulang. Tegasnya, banyak pihak yang meyakini besarnya korupsi pada sektor ini. "Karenanya penanganan praktik suap dan korupsi di bidang pertambangan dan perkebunan harus menjadi prioritas," tegasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sopir PO Sumber Kencono jadi Tersangka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler