JAKARTA - Kalangan DPR RI kaget terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Konflik. Patut diduga inpres ini dikeluarkan karena terkait Pemilu 2014.
"Saya terus terang tak paham apa motif di balik dikeluarkannya Inpres nomor 2 Tahun 2013 tentang penanganan konflik di daerah, pastilah banyak yang menduga hal ini erat kaitannya dengan Pemilu 2014," kata anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy, Selasa (29/1).
Aboe -sapaan Aboebakar- mengatakan, dengan Inpres itu maka gubernur memiliki kewenangan menggerakkan pasukan Polri dan TNI. Sebab, kepala daerah diberi kewenangan untuk mengkoordinasikan semua potensi yang ada di daerah, seperti Kapolda, Danrem kemudian dan unsur lain di masyarakat.
"Saya rasa kita semua khawatir dengan menjamurnya konflik di daerah. Namun saya kira penerbitan Inpres tentang penanganan konflik daerah bukan pilihan yang tepat," katanya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun menganggap Inpres 2/2013 telah melampaui UU nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Presiden, kata Aboe, seharusnya menerbitkan Peraturan Pemerinah (PP) sebagai pelengkap UU Penanganan Konflik Sosial. "Karena sudah ada payung hukumnya berupa UU, tinggal PP saja untuk aturan organiknya," ujarnya.
Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (28/1) telah menandatangani Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan. Melalui Inpres tersebut, kepala daerah diminta tidak ragu-ragu untuk bertindak mengatasi konflik komunal di daerahnya. Kepala daerah juga harus menyelesaikan konflik antaranggota masyarakat secara tuntas. (boy/jpnn)
"Saya terus terang tak paham apa motif di balik dikeluarkannya Inpres nomor 2 Tahun 2013 tentang penanganan konflik di daerah, pastilah banyak yang menduga hal ini erat kaitannya dengan Pemilu 2014," kata anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy, Selasa (29/1).
Aboe -sapaan Aboebakar- mengatakan, dengan Inpres itu maka gubernur memiliki kewenangan menggerakkan pasukan Polri dan TNI. Sebab, kepala daerah diberi kewenangan untuk mengkoordinasikan semua potensi yang ada di daerah, seperti Kapolda, Danrem kemudian dan unsur lain di masyarakat.
"Saya rasa kita semua khawatir dengan menjamurnya konflik di daerah. Namun saya kira penerbitan Inpres tentang penanganan konflik daerah bukan pilihan yang tepat," katanya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun menganggap Inpres 2/2013 telah melampaui UU nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Presiden, kata Aboe, seharusnya menerbitkan Peraturan Pemerinah (PP) sebagai pelengkap UU Penanganan Konflik Sosial. "Karena sudah ada payung hukumnya berupa UU, tinggal PP saja untuk aturan organiknya," ujarnya.
Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (28/1) telah menandatangani Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan. Melalui Inpres tersebut, kepala daerah diminta tidak ragu-ragu untuk bertindak mengatasi konflik komunal di daerahnya. Kepala daerah juga harus menyelesaikan konflik antaranggota masyarakat secara tuntas. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Irwansyah-Zaskia Diserbu Wartawan
Redaktur : Tim Redaksi