jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Indonesian Solid Waste Association (InsWA) Sri Bebassari mempertanyakan izin produksi galon sekali pakai.
Kemasan tersebut dianggap melanggar UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang harus memperhatikan prinsip 3R yang meliputi Reduce (pengurangan), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang).
BACA JUGA: Amankah Ibu Hamil Mengonsumsi AMDK Galon? Simak Penjelasan Ahli Kesehatan
Sri Bebassari mengatakan dalam Pasal15 disebutkan produsen harus bertanggung jawab terhadap produknya dan kemasannya.
"Seharusnya, kemasan galon sekali pakai itu masuk ke dalam izin produksi,” ujar pengamat persampahan ini dalam keterangannya, Senin (19/2).
BACA JUGA: Instansi Pemerintah & RS Tak Terpengaruh Kampanye Negatif Air Kemasan Galon Polikarbonat
Dia menambahkan dalam prinsip pengelolaan sampah itu yang pertama harus diperhatikan para produsen adalah sampahnya bisa dikurangi (reduce). Kemudian keemasan yang bisa digunakan ulang (reuse), dan recycle merupakan alternatif terakhir.
Nah, ujar Sri Bebassari, dalam kasus galon sekali pakai itu kenapa diizinkan, padahal sudah melanggar undang-undang. Sebab, produsennya langsung memproduksi kemasan galon recycle, sedangkan masih bisa menggunakan kemasan yang reuse.
BACA JUGA: Lihat, Aksi Perwira Polisi Memikul Galon Air Bersih untuk Ratusan Korban Banjir di Inhil
Lebih lanjut dikatakan produsen galon sekali pakai ini juga sama sekali tidak memiliki program after consumer-nya saat pertama kali diproduksi.
“Itu kan seharusnya ada izin dari menteri perindustrian, menteri perdagangan, dan tentunya menteri KLHK-nya yang mengaturnya, tetapi sekarang justru sudah terlanjur banyak beredar di masyarakat. Ini jadi pertanyaan sampai sekarang kepada pemerintah,” bebernya.
Ketua Umum InSWA Guntur Sitorus menambahkan bicara mengenai pengelolaan sampah itu berarti bicara undang-undang, di mana pengelolaan sampah itu kegiatan yang sistematis berkesinambungan dan memerlukan pengurangan dan penanganan.
Jadi, ucapnya, ada pengurangan di situ. Kalau mengacu pada pengurangan itu, seharusnya sampah jangan dibikin banyak-banyak.
"Kalau bisa jangan ada sampah. Kan intinya begitu,” cetusnya.
Sementara, katanya, produksi model galon sekali pakai, itu akan menimbulkan sampah yang lebih banyak. Seharusnya pemerintah konsisten saja terhadap undang-undang mengenai mengurangan dan penanganan, karena dk situ filosofinya.
Jadi, lanjutnya, jangan ada industri yang kisruh seolah-olah produksi sampahnya bisa didaur ulang seperti galon sekali pakai. Jangan sampai untuk menghasilkan sirkular ekonomi yang banyak, hasilnya kita harus memproduksi sampah sekali pakai yang banyak.
Menurutnya, solusi pengurangan sampah itu dari proses produksinya harus didesain agar setelah mengonsumsi suatu produk, sisanya itu sekecil mungkin atau kalau bisa sama sekali tidak ada.
“Jadi, jangan karena ingin menghasilkan sirkular ekonomi, tetapi malah menimbulkan jumlah sampah yang banyak,” pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad