Integritas Teruji, Yakin MK Kabulkan Uji Materi UU Penyiaran

Jumat, 25 Mei 2012 – 00:32 WIB

JAKARTA - Putusan  Mahkamah Konstiusi (MK) terkait gugatan uji materi  UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kini ditunggu. Sudah sebulan lebih, kesimpulan akhir uji materi sudah diserahkan, namun hingga saat ini lembaga yang diketuai Mahfud MD belum menjadwalkan pembacaan putusan.

Meskipun terbilang lama, namun DPR yakin molornya pembacaan putusan bukan berati adanya tekanan dari pengusaha yang menguasai industri penyiaran. Anggota Komisi I DPR yang membidangi Komunikasi dan Informatika, Effendy Choirie mengatakan sikap yang ditunjukkan MK merupakan bentuk kehati-hatian.

Legislator asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu yakin MK akan mengabulkan gugatan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP). Kata dia, sebagai benteng terakhir konstitusi, MK akan menyelamatkan  industri penyiaran yang saat ini dikuasai oleh para pengusaha.

"MK terlihat sangat hati-hati, dan kami berharap keputusan MK kembali ke roh awal dibentuknya UU tersebut. Saya yakin MK  akan mengabulkan gugatan KIDP demi menyelamatkan industri penyiaran," kata Effendy Choirie yang akrab disapa Gus Coy kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/5).

Gus Coy yang sebelumnya menjadi saksi dalam sidang uji materi di MK mengatakan UU Penyiaran diadakan untuk menjamin keberagaman isi, keberagaman kepemilikan serta penggunaan frekuensi yang merupakan milik publik demi kemakmuran rakyat. Namun, dalam perjalanannya, ada beberapa pengusaha yang memonopoli frekuensi.

Keyakinan yang sama juga diungkap Koordinator KIDP, Eko Maryadi. Menurutnya, hakim-hakim MK yang memiliki integritas akan mengabulkan permohonannya. Makanya, KIDP berani mengajukan gugatan uji materi UU Penyiaran.

"MK akan mengubah wajah gelap industri penyiaran di tanah air,  dengan mengembalikan  frekuensi yang selama ini dikuasai segelintir pengusaha. Seperti pada  kasus terakhir akuisisi oleh PT EMTK atas Indosiar, yang sebelumnya sudah memilik SCTV  dan O Channel," katanya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Refli Harun mengatakan, frekuensi yang merupakan milik publik tidak boleh dimonopoli. Karena itu kata dia, dibutuhkan satu aturan yang tegas melarang monopoli dan memindahkan ke[emilikan frekuensi. "Jika tidak, frekuensi akan dikuasai oleh segelintir orang sehingga terjadi konglomerasi pembentukan opini. Ini berbahaya bagi penyiaran," katanya. (awa/jpnn)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Promotor Konser Gaga Diancam Dipolisikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler