jpnn.com, JAKARTA - Proyek pembangkit listrik panas bumi berpotensi menjadi andalan dalam transisi energi dari energi fosil menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Yudha mengungkapkan industri panas bumi ini memang memerlukan waktu yang panjang pada proses eksplorasi dan produksinya.
BACA JUGA: Komisi VII DPR Apresiasi Pertamina Dalam Mengatasi Kebakaran di Plumpang
Namun hasilnya dapat membantu kehidupan untuk masa mendatang.
“Urgensi global dalam mengembangkan energi bersih dan hijau menjadikan panas bumi dapat menjadi kunci dalam mencapai target untuk mengembangkan green economy melalui green energy dan green industry, juga dukungan bagi Indonesia menuju Net Zero Emission 2060,” kata Satya Yudha, Kamis (16/3).
BACA JUGA: Luar Biasa! Sri Setyaningsih Difablepreneur Pertamina Raih Local Hero Terbaik BCOMSS BUMN
Dia mencontohkan penggunaan energi geothermal yang dimanfaatkan menjadi energi listrik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi listrik per kapita di Indonesia sepanjang 2022 mencapai angka 1.173 kilowatt hour (KWh) atau naik 4,45 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1.123 kWh.
Selain itu, bauran EBT dalam bauran energi nasional hingga 2022 tercatat 14,11 persen, naik 13,65 persen dari realisasi tahun 2021.
Kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 81,2 gigawatt (GW) di 2022, dengan PLTG/GU/MG sebesar 21,6 GW, baru kemudian pembangkit listrik EBT sebesar 12,5 GW (PLTA sebanyak 6,6 GW, PLTP 2,3 GW, dan bioenergi sebesar 3 GW).
Seperti yang sudah diketahui, Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar ke-2 di dunia dan sudah dimanfaatkan sebesar 2.175,7 MWe atau 9 persen untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Jumlah ini disinyalir akan menyusul Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dunia.
Potensi listrik yang dihasilkan oleh geothermal ini dapat mencapai 24 GW sehingga tidak menambah beban pemerintah dalam produksi listrik karena harganya yang kompetitif.
Salah satu perusahaan eksplorasi dan produksi geothermal, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), mengambil bagian pengelolaan 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) atau 82 persen (dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia) dan beroperasi di enam area.
Sebesar 672 MW dioperasikan oleh PGEO dan sebesar 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC).
“Kapasitas produksi PGEO akan ditingkatkan lagi hingga 1.272MW pada 2027, sebagai salah satu penggunaan dana hasil IPO. Hingga saat ini PGE telah berhasil mengaliri 2,08 juta rumah di Indonesia,” jelas Corporate Secretary PGEO, Muhammad Baron, Kamis (16/3).
Sebagai salah satu anak usaha grup Pertamina, PGEO memiliki rekam jejak yang kuat dalam mempertahankan operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang efektif dan konsisten.
Keahlian dalam manajemen reservoir dan keberlanjutan pasokan uap PGEO dibarengi dengan kemitraan bersama mitra bisnis terkemuka dan terkenal memastikan standar operasi yang tinggi.
Selain itu, PGEO unggul dalam O&M melalui penerapan sistem manajemen dan teknologi digital.
“Pekerjaan yang konsisten dengan para ahli independen membuat pengembangan kompetensi berkelanjutan untuk semua personel O&M,” papar Baron. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi