jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Ryan Kiryanto menilai, pendanaan atau investasi untuk perusahaan migas sekelas Pertamina merupakan hal yang penting dalam kerangka pengembangan bisnis.
Sebab, dengan investasi itulah, Pertamina berkembang menjadi besar.
BACA JUGA: SIG & PT Pertamina Lubricants Kembangkan Pelumas Open Gear Dalam Negeri
Apalagi, dalam pendanaan atau investasi tersebut, Pertamina tetap berdasarkan pada prinsip good corporate governance (GCG) dan standar praktis yang berlaku.
”Kebutuhan investasi tiap tahun itu penting dalam kerangka pengembangan bisnis atau business growth untuk peningkatan kinerja. Itu dogmanya. Jadi kalau Pertamina menuju kesana, itu betul. Apalagi Pertamina menjalankan dengan GCG, itu sudah given. Mutlak,” ujar Ryan.
BACA JUGA: BRI Life Beri Perlindungan Asuransi Mikro Bagi 35.224 Petani & UMKM di Jawa Barat
Terpenting, kata Ryan, tujuan pengembangan investasi sesuai dengan kebutuhan, seperti membeli mesin produksi baru, dan lain-lain, yang hasilnya akan dituai di tahun-tahun berikutnya.
Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan nilai bisnis, peningkatan omzet serta nilai aset.
BACA JUGA: Gelar Coastal Clean-Up, Pertamina Patra Niaga Regional JBB Kumpulkan 5,2 Ton Sampah Anorganik
Oleh karena itu, jika Pertamina memiliki rencana investasi, maka BUMN tersebut sedang mengarah menjadi lebih baik.
“Sebaliknya, jika ada BUMN yang tidak pernah investasi, atau investasinya lebih kecil, justru salah. Bukannya mau maju, tapi mundur. Di saat perusahaan plat kuning agresif belanja investasi, lha ini kok malah pelit. Bahaya itu,” kata Ryan.
Dia juga menegaskan investasi tidak bisa dimaknai hanya sebagai utang semata jika dikelola untuk menghasilkan pertumbuhan bisnis dan profit.
Sebab, dengan investasi, akan searah dengan peningkatan produktivitas, mempermudah cara kerja dan ujungnya adalah profit.
“Uang yang dibelanjakan untuk investasi mesin-mesin itu, akan kembali tiap tahun dan meningkat gitu,” tutur dia.
Apalagi, kata Ryan, selama ini Pertamina selalu memberi kontribusi yang sangat besar kepada negara.
”Ini kan menunjukkan sudah berjalan dengan baik. Kan itu alat ukurnya. Misalnya begini, dalam tempo 10 tahun investasi tersebut sudah berlipat-lipat hasilnya. Itulah hasilnya, itulah yang disebut good investment. Prinsipnya gini, Pertamina keluar Rp1 tetapi dapatnya Rp3. Itu matematikanya gitu. Itu namanya good investment,” seru Ryan.
Sebaliknya, jika kita investasinya Rp3 tetapi hanya menghasilkan Rp1, Ryan menyebut sebagai bad investment. ”Dan yang dilakukan Pertamina jelas good investment,” imbuhnya.
Makanya, sambung Ryan, pentingnya melakukan GCG dalam menerima dan mengelola investasi dan sebelum memutuskan sudah memiliki kajian dan riset yang baik sehingga bisa menghasilkan good investment.
Terlebih, kata dia, Pertamina saat ini juga diminta mendukung target pemerintah mencapai net zero emission (NZE) yang harus dipercepat, sehingga membutuhkan investasi untuk mengadakan energi baru terbarukan dan mengakhiri penggunaan energi fosil.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada