Investasi Uang Kripto Berkembang Pesat, Regulatornya Tak Kompak

Minggu, 13 Juni 2021 – 21:30 WIB
Presiden Direktur Centre For Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. FOTO: Dok.pri

jpnn.com, JAKARTA - Tren investasi uang kripto berkembang pesat di tanah air. Porsinya mengalahkan transaksi di pasar saham dan pasar keuangan lainnya. Sayangnya, regulatornya jalan sendiri-sendiri.

Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) A Deni Daruri mempertanyakan pengawasan dari regulator.

BACA JUGA: Dolar sedang Goyah, Mata Uang Kripto Melonjak

Dia menilai regulator pasar keuangan di tanah air terkesan jalan sendiri terkait pesatnya perdagangan uang kripto alias crypto currency.

Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag, kata dia, transaksi aset kripto sepanjang Januari-April 2021 tembus Rp237 triliun. Mengalami lompatan 400 persen dibanding tahun sebelumnya.

BACA JUGA: Perkenalkan BitWell, Perdagangan Kripto Satu Atap Tanpa Risiko Likuidasi Paksa

Sementara, perkembangan di tetangga sebelah yakni Bursa Efek Indonesia (BEI), transkasi harian IHSG di periode yang sama berada di kisaran yang jauh lebih rendah, yakni Rp9 triliun hingga Rp 20 triliun.

Ironisnya, kata Deni, koordinasi dan kerja sama antara regulator keuangan di Indonesia, dalam mengawasi melonjaknya investasi aset kripto, terkesan kendur.

BACA JUGA: Manfaat Minum Air Rebusan Serai dan Jahe Tiap Pagi, Luar Biasa

Padahal, pengawasannya sangatlah penting. Terutama dalam aspek knowledge sharing industri yang dibawahi dan sentralisasi kebijakan yang konsisten.

Menurut Deni, selain untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan pemahaman fundamental terhadap produk investasi, para regulator juga memiliki peran besar dalam membuat kebijakan yang dapat bersifat pengawasan dan pencegahan.

“Namun, juga masih menyisakan cukup ruang untuk terus mengembangkan inovasi teknologi di dalam industri aset kripto,” kata Deni dalam siaran pers pada Minggu (13/6).

Dia menilai karena hal ini dapat berkontribusi positif terhadap daya saing industri keuangan Indonesia dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, terutama dalam menghadapi persaingan global di era ekonomi digital," ungkapnya.

Menurut Deni, lembaga pengawas sektor keuangan yakni Otoritas Jasa Keungan (OJK), Bappebti dan Bank Indonesia (BI) terkesan kuat jalan sendiri-sendiri.

Ketiganya bahkan memiliki pandangan berseberangan yang mengendepankan kepentingan masing-masing institusi.

Dia menyebut akhir-akhir ini OJK terus memberikan peringatan mengenai bahaya investasi aset kripto dikarenakan nilai yang fluktuatif, tidak memiliki underlying aset dan tidak dalam pengawasan OJK.

“Banyak kalangan berpandangan ini merupakan sebuah blunder, karena aset kripto memiliki analisa fundamental investasi yang berbeda dengan saham," tegas Deni.

Deni menambahkan penggunaan teknologi blockchain yang terdisentralisasi, memiliki tingkat keamanan yang tinggi.

“Otoritas penuh berada di tangan komunitas dan pemilik aset kripto, yang memang ditujukan untuk menghilangkan middleman pengawasan yang sering memiliki trust issue,” katanya.

Berbeda dengan OJK, lanjutnya, Bappebti menyatakan akan segera meluncurkan bursa kripto Digital Future Exchange bersama dengan perusahaan exchange yang dibawahinya.

Tidak menutup kemungkingan pendirian bursa merupakan dorongan tekanan dari para anggota exchange. Dan tanpa koordinasi dengan lembaga pengawasan keungan lain.

"Terutama terkait dengan  kebijakan know your customer & due diligence, bursa kripto dapat meningkatan risiko kejahatan keuangan seperti pencucian uang, penggelapan dana dan fraud,” ungkap Deni.

Sementara BI, lanjut Deni, menyatakan tidak buru-buru menerbitkan mata uang digital yang disebut dengan Central Bank Digital Currency (CBDC), yang menggunakan teknologi yang mirip/sama dengan aset kripto.

Padahal transaksi digital melalui e-wallet dan platform e-commerce meningkat drastis terutama di masa pandemi saat ini.

"Jika tidak segera melakukan pengkajian yang lebih serius lagi, dan menerapkan kebijakan konkrit terkait industri aset kripto, digital currency dan pengaplikasiannya, BI dapat kehilangan kendali atas kebijakan moneter, untuk mengawasi inflasi dan stabilitas keuangan," ungkap Deni.

“Kita berharap baik BI, OJK maupun Bappebti bisa melepaskan kepentingam masing-masing. Segera duduk bersama untuk membuat regulasi bersama yang konsisten dan selaras. Demi menjawab perkembangan aset kripto yang lebih cepat dari kesiapan para regulator," tegas Deni.

Selain itu, kata Deni, lembaga legislatif nasional seperti Komisi XI dan Komisi VI DPR, memiliki andil yang sangat besar. Khususnya dalam mendorong terbangunnya sinergi dan koordinasi antara OJK, Bappebti dan BI.

“Ini ditujukan untuk melakukan evaluasi atas kesiapan regulator-regulator tersebut dalam menghadapti industri aset kripto yang berkembang pesat dan terus berubah,” pungkas Deni.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler