"Salah satu buktinya, baru 15 hari tahun 2012 sudah ada empat warga yg ditembak polisi. Tahun 2011 ada 98 orang yang ditembak polisi, 18 di antaranya tewas," kata Neta Saputra Pane di Jakarta, Rabu (18/1).
Dia menilai, aksi arogan dan represif polisi itu tidak terlepas dari buruknya sistem rekrut dan pendidikan dasar kepolisian di negeri ini. Kader-kader polisi hanya dididik tiga bulan di Sekolah Polisi Negara (SPN). Padahal pendidikan dasar TNI saja enam bulan. Begitu juga kursus salon kecantikan minimal enam bulan. "Artinya, sistem pendidikan Polri lebih buruk dari sistem pendidikan salon kecantikan," katanya.
Menurutnya, sistem pendidikan di SPN ini tentu sangat memprihatinkan dan hanya melahirkan kader-kader yang tidak siap menjadi polisi serta rendah intlektual.
"Akibatnya, polisi-polisi tersebut cenderung berkompensasi dengan sikap arogan dan represif saat berhadapan dengan masyarakat. Mereka kerap melihat masrakat sebagai musuh," ungkapnya.
IPW berharap Mabes Polri dan Lemdiklat Polri serius membenahi sistem pendidikan kepolisian dengan cara menerapkan tiga hal. "Pertama, menerapkan pendidikan gratis di Polri tanpa suap dan pungutan liar (pungli). Kedua, pendidikan berkompetensi. Ketiga, sertifikasi untuk penyidik.
"Pendidikan di polri harus diarahkan sistematis untuk meningkatkan intlektual polisi, kepekaan sosial, pro rakyat, anti korupsi dan pungli, meningkatkan kontrol serta konkrit mengarah kepada reformasi Polri," kata Neta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disebut Rosa, Didalami KPK
Redaktur : Tim Redaksi