jpnn.com - BEIRUT - Giliran Pemerintah Jelang mendapat ancaman dari Islamic State (IS) alias Daulah Islamiyah atau yang biasa disebut dengan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).
Mereka mengancam menghabisi nyawa dua sandera yang merupakan warga Negara Matahari Terbit tersebut.
Jika ingin kedua sandera selamat, pemerintah Jepang harus membayarkan USD 200 juta (Rp 2,5 triliun) dalam tempo waktu 72 jam. Untuk kali pertama, IS menyebarkan video meminta tebusan. Biasanya permintaan tebusan dilakukan diam-diam.
Militan yang menguasai sebagian besar wilayah Iraq itu menyampaikan ancaman mereka melalui sebuah video yang diunggah di website mereka. Sebagaimana video-video sebelumnya, dua sandera mengenakan jumpsuit oranye. Anggota IS yang muncul memakai baju serbahitam dan membawa pisau.
BACA JUGA: Lima Karyawan Dihukum Bersimpuh di Jembatan
"Kalian kini punya waktu 72 jam untuk membuat keputusan yang bijak dengan membayar USD 200 juta demi menyelamatkan nyawa warga kalian," ujar militan dalam video tersebut dengan menggunakan bahasa Inggris.
Aksen militan itu sama dengan anggota IS dalam video-video ancaman serta pemenggalan sebelumnya. Algojo IS yang dijuluki dengan nama John tersebut diduga juga merupakan orang yang tampil di video terbaru itu.
Sandera dalam video tersebut adalah jurnalis lepas yang cukup terkenal bernama Kenji Goto dan Haruna Yukawa yang pergi ke Syria untuk membangun perusahaan jasa pengamanan pribadi bersenjata.
BACA JUGA: The Sun Akhiri Tradisi Model Telanjang Dada di Halaman Tiga
Mereka ditengarai diculik saat berada di Syria. Goto yang biasanya melaporkan pertempuran di Kobane, Syria, hilang pada 23 Oktober tahun lalu. Yukawa menghilang pada Agustus 2014. Saat ini Kementerian Luar Negeri Jepang sedang memverifikasi keaslian video itu.
ISIS menyatakan, uang tebusan tersebut menjadi kompensasi atas bantuan nonmiliter oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Saat berpidato di Kairo, Mesir, Minggu (18/1), Abe berjanji mengucurkan USD 200 juta untuk membantu negara-negara yang memerangi IS.
Anggaran tersebut bakal dialokasikan untuk membangun infrastruktur dan membantu para pengungsi yang melarikan diri dari Iraq dan Syiria. Itulah yang membuat IS berang dan akhirnya meminta tebusan dengan jumlah sama banyaknya.
BACA JUGA: Istri Selingkuh, Curhatnya Sampai ke Internet
"Meski kami berjarak lebih dari 8.500 kilometer jauhnya dari IS, Anda rela mengajukan diri untuk ambil bagian dalam kampanye kehancuran ini," kata si algojo IS yang merujuk kepada Abe. Saat ini Abe memang masih belum pulang dari kunjungannya ke negara-negara di Timur Tengah.
Ancaman IS tersebut tentu tidak bisa dianggap sebagai isapan jempol belaka. Sebab, mereka memenggal lima tahanan sejak Agustus tahun lalu. Tiga di antaranya adalah warga Amerika Serikat (AS).
Yaitu, jurnalis James Foley dan Steven Sotloff serta relawan kemanusiaan Peter Kassig. Dua lainnya yang telah dipenggal IS adalah warga Inggris bernama Alan Henning dan David Haines. Mereka adalah relawan di Syria.
Ancaman IS itu tidak membikin Abe gentar. Dia tidak bisa menerima serta berjanji menyelamatkan Goto dan Yukawa. Menurut dia, nyawa keduanya adalah prioritas utama. Namun, di sisi lain, dia menegaskan tidak akan menyerah pada terorisme. Termasuk tetap mengucurkan bantuan nonmiliter lebih dari USD 200 juta.
"Kami sangat menginginkan warga Jepang (yang diculik tersebut) dibebaskan secepatnya tanpa luka," tegas Abe.
"Kami akan berkoordinasi dengan komunitas internasional mulai sekarang serta lebih berkontribusi pada kedamaian dan kesejahteraan negara (yang dikuasai IS). Kebijakan ini akan dipegang teguh dan tidak berubah," tutur dia.
Itu bukan kali pertama Jepang mengalami ancaman pembunuhan sandera dari militan. Pada 2013, ratusan warga Negeri Sakura tersebut ditahan teroris di fasilitas gas alam di Aljazair. Negosiasi berlangsung selama 4 hari dengan alot.
Sampai akhirnya, pasukan Aljazair menyerang ke dalam. Sebanyak 10 warga Jepang dilaporkan tewas dalam serangan itu. (AFP/Reuters/BBC/CNN/sha/c14/a mi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Modus Guru Cantik Ajak 2 Siswanya Bercinta
Redaktur : Tim Redaksi