Manajer Area Centre for Orangutan Protection (COP) Kalimantan, Arfiana Khairunnisa mengatakan, pencabutan izin dapat dikenakan kepada perusahaan perkebunan yang merambah hutan primer. “Kalau seperti itu, pemerintah perlu mencabutnya. Selebihnya, terserah kepala daerah apakah mau mencabutnya atau tidak,” sebutnya.
COP, kata perempuan yang akrab disapa Fian ini, tidak berkepentingan terhadap masalah perizinan. “Kami lebih kepada penyelamatan orangutan,” ungkap Fian yang beberapa kali menemukan dugaan pembantaian di Kalimantan.
Namun demikian, dia sepakat jika pencabutan izin bagi perusahaan yang terbukti tadi menjadi efek jera. “Mestinya dicabut saja,” ungkap dia.
Sebelumnya, Bupati Isran Noor menegaskan, tidak ada sanksi pencabutan izin perkebunan ketika dugaan pembantaian satwa langka. “Ini kan soal pidana, tidak bisa disangkut-pautkan dengan izinnya,” tegas dia.
Sikap tersebut, sambung Isran, bukan berarti dia tidak peduli dengan kelestarian satwa langka. Sebab, Pemkab Kutim telah mengalokasikan lahan 30 ribu hektare untuk hak pengusahaan hutan (HPH) restorasi ekosistem. Itu disiapkan untuk menyelamatkan habitat orangutan. “Lahan itu khusus tidak boleh diapa-apakan. Kami sudah siapkan lahan tersebut,” pasti Isran.
Diketahui, kabar pembantaian orangutan yang berawal dari Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, pertama kali terdengar di areal PT KAM. Beberapa bulan kemudian, rangka orangutan yang diduga dibantai ditemukan di Muara Wahau, Kutai Timur, di dalam areal PT SRS. Terakhir di Muara Ancalong, juga di Kutai Timur, tulang belulang tadi didapati di areal PT CPS. Kepolisian juga sudah menahan sejumlah orang dari ketiga perusahaan sehubungan dugaan pembantaian satwa dilindungi. (fel/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantai Orangutan, Izin Perusahaan Sawit Harus Dicabut
Redaktur : Tim Redaksi