Jabodetabek Dilanda Krisis Tahu-Tempe

Perajin Kedelai Stop Produksi Sampai Jumat

Rabu, 25 Juli 2012 – 06:17 WIB
MOGOK PRODUKSI TEMPE : Bapak Tasmadi, seorang pembuat tempe, sedang memperlihatkan hasil olahan tempenya yang sudah jadi di Daerah Kampung Rawa Ps. Gembrong, Jakarta Pusat, Selasa (24/07). Dia mengaku semua pembuat/pabrik tempe se-Jabotabek sepakat untuk tidak dulu memproduksi tempe karena bahan kedelai mahal dan kemungkinan mulai besok tempe sudah tidak ada di pasar selama beberapa hari. FOTO : KHAIRIZAL ANWAR / RAKYAT MERDEKA

BOGOR- Jika masyarakat Eropa tengah merasakan krisis ekonomi, masyarakat di Indonesia justru sedang merasakan krisis tahu-tempe. Ya, belakangan ini, dua panganan rakyat nan kaya protein tersebut semakin sulit dicari.

Sekali pun ada, harganya melangit. Krisis tahu-tempe di pasaran terpicu oleh aksi mogok produksi dan memasarkan yang dilakukan perajin kedelai seluruh Indonesia, sejak 25-27 Juli 2012. Bahkan, aksi mogok produksi tempe di DKI Jakarta sudah dimulai sejak Senin (23/7).

Aksi tersebut dilatarbelakangi ketidakmampuan pemerintah menahan laju kenaikan harga kedelai selama dua pekan terakhir. Perajin tahu dan tempe sangat merasa tercekik dengan kenaikan harga kedelai yang sebelumnya Rp5 ribu, menjadi Rp 8 ribu per kilogram (kg). Atau sebesar 35-40 persen dari harga sebelumnya.

Sementara untuk kedelai kualitas bagus atau super, harga per kilonya saat ini bisa mencapai Rp10 ribu. Ketua Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (Koptti) Jakarta Selatan, Sutaryo mengatakan, ada sebanyak 23 ribu perajin tahu dan tempe di Jabodetabek yang melakukan aksi stop produksi.

“Demo mogok DKI 4-5 ribu perajin. Tangerang tiga ribu, Bekasi lima ribu, Bogor lima ribu, dan Bandung lima ribu perajin,” tutur Ketua Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (Koptti) Jakarta Selatan, Sutaryo. Menurut dia, aksi mogok produksi dilakukan perajin sebagai puncak kekecewaan dari pengalaman serupa pada 2008 lalu.

Saat itu, sebanyak 20 ribu perajin melakukan aksi mogok produksi dan berdemonstrasi di Istana Negara dan DPR. Aksi mogok dan demontrasi para perajin tahu dan tempe di depan Istana dan DPR saat itu, hanya ditanggapi pemerintah dengan memberikan “obat” penenang sementara. Tanpa adanya realisasi yang berarti atas janji yang pernah diutarakan pemerintah. Khususnya, janji dan tekad mulia pemerintah saat itu, membawa Indonesia swasembada kedelai pada 2014.

“Janji pemerintah swasembada kedelai 2014, tapi kita lihat tahun demi tahun tidak ada peningkatan produksi kedelai lokal. Pemerintah juga tidak memberikan instrumen dan insentif buat petani. Kalau hanya melepas demikian saja kepada petani tanpa memberikan insentif, petani tidak bisa melakukan itu,” tegas Sutaryo.

Ia mempertanyakan apa aplikasi nyata dari janji swasembada kedelai yang pernah disampaikan pemerintah tersebut. Apalagi, kini hal serupa kembali terjadi. Saat harga kedelai melambung tinggi dalam dua pekan terakhir, para perajin tahu dan tempe semakin terjepit dan suara mereka pun tidak ddidengarkan pemerintah.

Ia mengaku telah mendatangi dan menyampaikan masalah kenaikan harga kedelai yang begitu signifikan kepada pemerintah. Pihaknya juga sudah mengusulkan agar pemerintah mencari jalan keluar atas permasalahan yang menghimpit para perajin tahu dan tempe. “Sebenarnya kita sudah usulkan ke pemerintah berkali-kali. Tetapi tidak ada upaya dari pemerintah untuk memengatasi permasalahan ini,” kesalnya.

Kenaikan harga kedelai tersebut juga telah membuat para perajin galau. Mereka bingung karena tidak bisa secara langsung menaikan harga jual tempe atau tahu. Pasalnya, kenaikan itu terjadi tiap hari.

“Karena setiap hari naik. Jadinya perajin tahu tempe tidak punya keuntungan. Karena tidak bisa tiap hari berubah harga. Selama dua minggu ruginya para perajin itu ya tidak untung,” jelasnya.

Saat ini kebutuhan nasional untuk kedelai tercatat sebanyak 2,4 juta ton/tahun. Dan produksi nasional untuk kedelai sendiri hanya 600.000 ton/ tahun. Terdapat kekurangan, dan selama ini kekurangan tersebut ditutupi dengan impor, yang mencapai 1,8 juta ton/tahun. Terkait hal itu, Sutaryo mengatakan, dari total kebutuhan kedelai itu, kebutuhan untuk produksi tahu dan tempe rata-rata mencapai 80 persen. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan lainnya.

Rencana mogok produksi tahu dan tempe selama tiga hari di Jabodetabek rupanya sudah sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).  Juru Bicara Presiden Julian Aldrian Pasha menegaskan, Presiden meminta menteri terkait segera mengatasi hal itu secepatnya. "Ini menjadi perhatian pemerintah," kata Julian, kemarin.

Menurutnya, masalah ketersediaan atau stok kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tempe dan tahu menjadi perhatian bersama. "Presiden dan pemerintah memperhatikan hal tersebut. Dan semua pihak yang memiliki andil untuk bisa mengupayakan agar tidak terjadi kelangkaan dan harga yang meningkat dalam sektor kedelai," kata dia.

Di Bogor, aksi mogok perajin justru berlangsung panas. Puluhan massa yang tergabung dari paguyuban tahu-tempe Bogor, men-sweeping pabrik-pabrik tahu-tempe yang masih beroperasi. Dalam aksi itu, puluhan massa mendapati pabrik tempe di wilayah Kelapa Jaga, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor yang tetap masih beroperasi. Massa lalu menyita kacang kedelai milik pabrik tersebut dan meminta kepada pemilik pabrik untuk tidak beroperasi sementara waktu.

Aksi main sita itu terang saja memicu adu mulut. Pemilik pabrik, H Sam tidak bisa terima barangnya disita oleh massa. Pasalnya, Sam mengaku belum mendapatkan info jika dirinya harus tidak beroperasi. "Saya telat dapat infonya. Tapi kalau sudah tahu seperti ini, saya akan berhenti produksi," jelas Sam.

Di lain pihak, paguyuban tahu-tempe Bogor akan terus men-sweeping pabrik-pabrik tahu-tempe yang masih beroperasi. Selain itu, massa akan menyebarkan selebaran resmi agar solidaritas para perajin tahu-tempe terjaga.

“Kami akan terus bergerak. Ini bagian dari solidaritas, kami sudah tidak beroperasi masa yang lain tetap ada yang  produksi," jelas koordinator aksi sweeping, Suroto.(tri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KEK Sei Mangkei Harus Siap Operasi 2015


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler