Jadi Keynote Speaker Webinar IOJI, Syarief Hasan Soroti Keamanan Perbatasan Maritim

Rabu, 01 Juli 2020 – 23:55 WIB
Wakil Ketum DPP Partai Demokrat Syarief Hasan. Foto: Boy/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyatakan bahwa sektor kelautan Indonesia memiliki potensi luar biasa. Oleh karena itu, Indonesia harus benar-benar menjaga kedaulatan wilayah maritimnya.

Syarif menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci atau keynote speaker dalam web seminar Indonesia Ocean Justice Initiative (IUJI) bertajuk Penguatan Kelembagaan Sistem Keamanan Luat Indonesia, Selasa Selasa (30/6). Dalam webinar itu Syarief mengawali pandangannya dengan memberikan penjelasan mengenai potensi perairan Indonesia.

BACA JUGA: Ketua MPR Sebut Tingkat Kepercayaan Rakyat Terhadap Polri Cukup Tinggi

Menurutnya, luas lautan Indonesia yang mencapai 6,32 juta km2 atau hampir 62 persen dari keseluruhan wilayah nasional dihuni hampir 37 persen spesien ikan dan memiliki potensi perikanan 65 juta ton per tahun. “Potensi inilah yang mesti dijaga dengan baik terutama di daerah-daerah perbatasan Indonesia,” ungkapnya.

Politikus Partai Demokrat (PD) itu menjelaskan, Indonesia berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga. Dari 10 negara tersebut, Indonesia baru mencapai kesepakatan perihal perbatasan laut secara penuh dengan Papua Nugini.

BACA JUGA: Tiongkok dan AS Bersitegang di Laut China Selatan, Moeldoko Beber Langkah Indonesia

“Perbatasan inilah yang perlu diperhatikan keamanannya, terutama pada perbatasan-perbatasan yang rentan bermasalah seperti di Laut Natuna Utara,” tuturnya.

Lebih lanjut Syarief juga menyoroti Perairan Natuna Utara yang sering diusik negara lain. Sepanjang 2019 misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan 13 kali kapal patroli Vietnam yang masuk ke wilayah ZEE Indonesia tanpa izin.

BACA JUGA: Syarief Hasan: Pancasila Sudah Final dan Diterima Seluruh Rakyat Indonesia

Kapal patrili itu untuk mengawal nelayan-nelayan Vietnam. Puncaknya adalah pada akhir 2019 sampai awal 2020 ketika Cost Guard China melanggar hukum laut internasional (UNCLOS 1982) dengan mengusir nelayan Indonesia di Perairan Natuna Utara. 

“Berbagai kegiatan illegal fishing negara lain dan pengusiran nelayan Indonesia di Perairan Natuna Utara menjadi PR kita bersama, terutama pemerintah. Pemerintah harus melakukan penguatan kelembagaan keamanan laut sehingga tidak ada lagi kapal-kapal negara lain yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin serta melakukan illegal fishing,” sebut Syarief. 

Anggota DPR RI Komisi I yang membidangi pertahanan itu menjelaskan, ada tiga aspek utama dalam membangun keamanan Indonesia. Yakni aspek polisionil, militer, dan diplomasi.

“Pendekatan paling pertama yang harus dilakukan untuk menjaga laut Indonesia adalah menguatkan sistem kelembagaan keamanan laut Indonesia yang selama ini belum satu padu dalam menjaga laut,” ulasnya.

Mantan menteri koperasi itu menilai sistem keamanan laut Indonesia belum sesuai harapan. Ada kurang lebih tujuh lembaga yang menjadi penjaga laut Indonesia, namun tidak ditopang dengan sistem koordinasi yang baik.

Akibatnya adalah muncul tumpang tindih kewenangan di laut. “Seluruh kelembagaan keamanan laut harus satu pintu di bawah Bakamla (Badan Keamanan Laut, red),” ucapnya.

Ia menilai Bakamla yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 178 Tahun 2014 belum optimal dalam bekerja. Apalagi secara anggaran dan armada belum mencapai kondisi ideal.

Oleh karena itu, atanya, Bakamla perlu dikuatkan melalui penganggaran dan mekanisme komando satu pintu atau unity of command. Dengan demikian Polairud, KPLP, Dirjen Bea Cukai, KKP, dan lembaga lain berada di bawah komando Bakamla. 

Syarief Hasan melanjutkan, Indonesia juga harus membangun kekuatan militer untuk memberikan rasa aman, daya gertak, dan menguatkan pertahanan di perbatasan. Meski demikian, ia tak memungkiri pentingnya mengedepankan diplomasi untuk menghindari potensi perang yang mungkin saja terjadi, terutama di Laut China Selatan yang berbatasan dengan Perairan Natuna Utara.

“Penguatan kelembagaan keamanan laut harus tetap mengedepankan aspek diplomasi. Sebab, keamanan laut juga berhubungan dengan politik, hukum, hubungan luar negeri, sampai ekonomi. Pemerintah harus mengambil pembelajaran diplomasi ala SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) dengan semangat million friends and zero enemy,” pungkas anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.(eno/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler